water blaster

water blaster

Kamis, 26 Oktober 2017

Sampo dalam kehidupan manusia

SAMPO DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Penulis : Ghaida Nisa, S.Pd
ghaidanisa02@gmail.com
 


Abstrak
Rambut merupakan salah satu mahkota bagi kaum wanita. Tidak sedikit juga kaum laki-laki memperhatikan penampilan rambuntnya. Terkadang trend gaya rambut pun menyelimuti hiruk pikuk kehidupan wanita. Mengikuti perkembangan gaya rambut bagi kaum adam dan hawa menjadi salah satu gaya hidup manusia. Banyak wanita yang merawat dengan baik rambutnya. Salah satu merawat rambut dengan membersihkan rambut secara rutin dengan keramas. Kegiatan keramas biasanya menggunakan sampo. Bahan kimia yang terkandung dalam sampo. sampo didefinisikan sebagai yaitu sediaan yang mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan si pemakai. Pada awalnya shampoo dibuat dari berbagai jenis bahan yang diperoleh dari sumber alam, seperti sari biji rerak, sari daging kelapa, sari abu merang ( sekam padi).  Shampoo yang menggunakan bahan alam sudah banyak ditinggalkan, dan diganti dengan shampo yang dibuat dari detergen. Bahan utama pada shampoo adalah surfaktan (sabun dan detergent). Sampo mengandung bahan kimia: Sodium Lauryl, Diethanolamine, Parabens, Formaldehyde, Ammonium Xylene Sulfonate.

Kata kunci : sampo, bahan kimia








Pendahuluan
            Dalam kehidupan sehari-hari manusia merawat tubuh dengan berbagai cara. Salah satu yang dimiliki manusia adalah rambut. Rambut merupakan salah satu mahkota bagi kaum wanita. Tidak sedikit juga kaum laki-laki memperhatikan penampilan rambuntnya. Terkadang trend gaya rambut pun menyelimuti hiruk pikuk kehidupan wanita. Mengikuti perkembangan gaya rambut bagi kaum adam dan hawa menjadi salah satu gaya hidup manusia. Banyak wanita yang merawat dengan baik rambutnya. Salah satu merawat rambut dengan membersihkan rambut secara rutin dengan keramas. Kegiatan keramas biasanya menggunakan sampo.
            Sebagaian masyarakat hanya mengguakan sampo untuk kebutuhan keramas tanpa melihat komposisi zat kimia yang digunakan dalam pembuatan sampo. Masyarakat saat ini harus lebih cerdas dalam memilih produk untuk sampo. Banyak orang yang terkadang tidak cocok dengan suatu sampo dan menimbulkan berbagai macam seperti ketombe, rambut bercabang, kering dll. Setiap jenis rambut dianjurnya untuk memilih sampo sesuai dengan jenis rambutnya. Berbagai macam produk sampo yang ada di swalayan untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tepat.
            Bahan kimia yang terkandung dalam sampo sangat mempengaruhi efektifitas sebuah sampo. Fungsi sampo yang semula hanya membersihkan rambut sekarang berkembang menjadi multifungsi. Berbagai macam seperti rambut agar hitam, rambut agar lurus, rambut agar tidak berketombe, rambut agar wangi, rambut agar lembut dll. Semakin banyak tuntutan terhadap sampo, maka industri terus berinovasi dalam menciptakan produk sampo yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Bagian Inti
Sampo (bahasa Inggris: Shampoo) adalah sejenis cairan, seperti sabun, yang berfungsi untuk meningkatkan tegangan permukaan kulit (umumnya kulit kepala) sehingga dapat meluruhkan kotoran (membersihkan). Kegiatan membersihkan kulit kepala dan rambut ini disebut keramas. Pada saat keramas, individu dianggap melakukan perawatan dengan mencuci rambut dan kulit kepala agar bersih dari minyak, debu, serpihan kulit, dan kotoran lain yang menempel dirambut seiring aktivitas yang dilakukannya.

Dalam pengertian ilmiahnya, sampo didefinisikan sebagai yaitu sediaan yang mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan si pemakai.
Sampo pada umumnya digunakan dengan mencampurkannya dengan air dengan tujuan untuk melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi rambut dan membersihkan kotoran yang melekat.  Namun tidak semua sampo berupa cairan atau digunakan dengan campuran air, ada juga sampo kering berupa serbuk yang tidak menggunakan air. Sampo kering ini selain digunakan oleh manusia, lebih umum digunakan untuk binatang peliharaan seperti kucing yang tidak menyukai bersentuhan dengan air ataupun anjing. Beberapa industri yang memproduksi sampo atau perawatan rambut umumnya juga mengeluarkan produk kondisioner dengan tujuan untuk mempermudah pengguna sampo menata kembali rambutnya.
Macam-macam sampo
1. Sampo untuk rambut diwarnai dan dikeriting
Sampo ada yang dibuat khusus untuk rambut yang dicat, diberi warna atau dikeriting karena rambut cukup menderita dengan masuknya cairan kimia hingga rambut dan hal ini bisa mempengaruhi kondisi kesehatan rambut. Sampo jenis ini lembut sehingga cocok untuk rambut yang telah mengalami proses kimiawi.
2. Sampo untuk membersihkan secara menyeluruh
Sampo untuk membersihkan secara menyeluruh biasanya mengandung acid atau asam yang di dapat dari apel, lemon, atau cuka yang berfungsi untuk menghilangkan residu atau sisa produk perawatan semacam creambath, busa untuk rambut, hairspray, lilin rambut, jelly rambut, dan produk lainnya yang tertinggal di kulit kepala. Jenis sampo ini sangat cocok digunakan saat rambut akan melalui proses kimiawi agar rambut dan kulit kepala benar-benar bersih dengan tujuan proses kimiawi yang digunakan pada pengeritingan, pewarnaan dapat di serap dengan baik.Karena unsur asam mengurangi minyak maka jenis sampi ini dapat membuat rambut menjadi kering jika digunakan terlalu sering dan disarankan untuk mengunakannya paling banyak dalam jangka waktu satu kali seminggu.

3. Sampo penambah volume
Jenis sampo ini mengandung protein yang membuatrambut terlhat lebih berisi atau tebal. Bila dipakai terlalu sering maka akan terjadi penumpukan residu atau sisa sampo sehingga mengakhibatkan rambut terlihat tidak bersih. Jika rambut termasuk jenis rambut yang halus, lepek atau mengembang, tipis maka bisa digunakan jenis sampo ini. Namun hindari penggunaan yang terlalu sering.
Bentuk-Bentuk Sampo
Sampo disajikan dala berbagai bentuk meliputi bubuk, emulsi, krim atau pasta dan larutan.
1. Sampo bubuk
sebagai dasar sampo digunakan sabun bubuk, sedangkan sebagai zat pengencer biasanya digunakan natrium karbonat, natrium bikabonat, natrium seskuikarbonat, dinatrium fosfat atau boraks. Sampo jenis ini dapat dikombinasikan dengan zat warna alam hena atau kamomil, sehiingga dapat memberikan efek pewarnaan pada rambut. Agar dalam air sadah dapat berbusa, biasanya bubuk sabun diganti dengan natrium laurilsulfat.
gambar 1. sampo bubuk
2. Sampo emulsi
Sampo ini mudah dituang karena konsistensinya tidak begitu kental.Tergantung dari jenis zat tambahan yang digunakan. sampo ini diedarkan dengan berbagai nama seperti sampo lanolin, sampo telur, sampo protein, sampo brendi, sampo susu, sampo lemon atau bahkan sampo strawberry.
gambar 2. sampo emulsi
3. Sampo krim atau pasta
Sebagai bahan dasar yang digunakan natrium alkilsulfat dari jenis alkohol rantai sedang yang dapat memberikan konsistensi kental. Untuk membuat sampo pasta digunakan malam seperti setilalkohol sebagai pengental. Dan sebagai pemantap busa dapat digunakan dietanolamida minyak kelapa atau isopronolamida laurat.
gambar 3. sampo krim
4. Sampo larutan
Sampo larutan merupakan larutan jernih. Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi sampo ini meliputi viskositas, warna, keharuman, pembentuka dan stabilitas busa dan pegawetan. Zat pengawet yang lazim digunakan meliputi 0,2% larutan formaldehida, 40% garam febilraksa, kedua zat ini sangat beracun sehingga perlu memperhatikan batas kadar yang ditetapkan pemerintah, Parfum yang digunakan sebanyak 0,3%-1% tetapi umumnya berkadar 0,5%.
gambar 4. sampo larutan
Shampoo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut, sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih, dan sedapat mungkin menjadi lembut, mudah diatur dan berkilau.  Dan merupakan produk perawatan rambut yang digunakan untuk menghilangkan minyak, debu, serpihan kulit, dan kotoran lain dari rambut. Kata shampoo berasal dari bahasa Hindi champo, bentuk imperatif dari champna, "memijat". Di Indonesia dulu shampoo dibuat dari merang yang dibakar menjadi abu dan dicampur dengan air.
Shampoo adalah suatu zat yang terdiri dari surfaktan, pelembut, pembentuk busa, pengental dan sebagainya yang berguna untuk membersihkan kotoran yang melekat pada rambut seperti sebum, keringat, sehingga rambut akan kelihatan lebih bersih, indah dan mudah ditata.  
Sebuah formulasi shampoo yang baik mempunyai kemampuan khusus yang dapat meminimalisasi iritasi mata, mengontrol ketombe (dandruff) serta dapat memperbaiki struktur rambut secara keseluruhan.
Preparat shampoo harus meninggalkan kesan harum pada rambut, lembut dan mudah diatur, memiliki performance yang baik (warna dan viskositas yang baik) harga yang murah dan terjangkau. Secara spesifik suatu shampoo harus:
1.    Mudah larut dalam air, walapun air sadah tanpa mengalami pengendapan
2.    Memiliki daya bersih yang baik tanpa terlalu banyak menghilangkan minyak dari kulit kepala
3.    Menjadikan rambut halus, lembut serta mudah disisir
4.    Cepat bebusa dan mudah dibilas serta tidak menimbulkan iritasi jika kontak dengan mata
5.    Memiliki pH yang baik netral maupun sedikit basa
6.    Tidak iritasi pada tangan dan kulit kepala
7.    Memiliki performa yang baik
Antidandruff shampoo merupakan shampooyang ditujukan untuk mengontrol sel kulit mati dikulit kepala, formulasinya hamper sama seperti shampoo lain tetapi ditambahkan bahan aktif seperti senium sulfide, zinc pirythion, sulfur.
Shampoo, bila dicampur dengan air, dapat melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi rambut. Setelah mencuci rambut dengan shampoo, biasanya digunakan produk conditioner agar rambut mudah ditata kembali.
Shampoo untuk bayi dibuat sedemikian rupa sehingga tidak perih di mata. Shampoo untuk binatang juga dapat mengandung insektisida untuk membunuh kutu. Beberapa shampoo manusia tidak dapat digunakan untuk binatang karena mengandung seng (misalnya shampoo anti ketombe). Logam ini tidak beracun bagi manusia, namun berbahaya bagi binatang.
Pada awalnya shampoo dibuat dari berbagai jenis bahan yang diperoleh dari sumber alam, seperti sari biji rerak, sari daging kelapa, sari abu merang ( sekam padi).  Shampoo yang menggunakan bahan alam sudah banyak ditinggalkan, dan diganti dengan shampo yang dibuat dari detergen. 
Agar shampo berfungsi sebagaimana disebutkan diatas, shampoo harus memiliki sifat sebagai berikut :
  1. Shampoo harus dapat membentuk busa yang berlebih, yang terbentuk dengan cepat, lembut dan mudah dihilangkan dengan membilas dengan air.
  2. Shampoo harus mempunyai sifat detergensi yang baik tetapi tidak berlebihan, karena jika tidak kulit kepala menjadi kering.
  3. Shampoo harus dapat menghilangkan segala kotoran pada rambut, tetapi dapat mengganti lemak natural yang ikut tercuci dengan zat lipid yang ada didalam komposisi shampo.  Kotoran rambut yang dimaksud tentunya sangat kompleks yaitu : sekret dari kulit, sel kulit yang rusak, kotoran yang disebabkan oleh lingkungan dan sisa sediaan kosmetik.
  4. Tidak mengiritasi kulit kepala dan juga mata.
  5. Shampoo harus tetap stabil.  Shampo yang dibuat transparan tidak boleh menjadi keruh dalam penyimpanan.  Viskositas dan pH nya juga harus tetap konstan, shampo harus tidak terpengaruh oleh wadahnya ataupun jasadrenik dan dapat mempertahankan bau parfum yang ditambahkan kedalamnya.
 Detergen yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan shampo memiliki sifat fisikokimia tersendiri yang umumnya tidak sepenuhnya searah dengan ciri sifat yang dikehendaki untuk shampo.  Umumnya, detergen dapat melarutkan  lemak dan daya pembersihnya kuat, sehingga jika digunakan untuk keramas rambut, lemak rambut dapat hilang, rambut menjadi kering, kusam dan mudah menjadi kusut, menyebabkan sukar diatur.
Sifat detergen yang terutama dikehendaki untuk shampo adalah kemampuan membangkitkan busa.  Jenis detergen yang paling lazim diedarkan tergolong alkil sulfat, terutama laurilsulfat, juga alkohol monohidrat dengan rantai C10 – 18.  Sifat detergen ini tergantung pada panjang rantai alkohol lemak yang digunakan.  Homolog rendah seperti C12 ( lauril ) dan C14 ( miristil ) memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan dengan homolog yang lebih tinggi seperti C16 ( palmitil ) dan C18 ( stearil ) dalam hal memberikan busa dan basah dengan sifat pembersih yang baik, meskipun suhu rendah.  Detergen alkilsulfat yang dibuat dari alkohol lemak, kelarutannya menurun  dengan meningkatnya homolog rantai karbonnya, sehingga shampo yang dibuat dari detergen alkilsulfat dengan atom C16-18 tidak dapat disimpan pada suhu rendah.  Kelarutan detergen alkilsulfat dalam air berkurang, sehingga tidak begitu berbusa, lagipula detergen ini dipengaruhi oleh efek air sadah.
Detergen alkilsulfat dengan alkohol lemak dengan rantai karbon kurang dari 10 seperti C8 ( kaprilil ) dan C10 ( kapril ) lebih condong menunjukkan sifat iritasi. Detergen alkilsulfat dengan rantai karbon 12 – 14 adalah noniritan, memberikan cukup busa pada suhu kamar, dan tidak mudah rusak dalam penyimpanan.
Trietanolamina ( TEA ) laurilsulfat dianggap paling luas dapat diterima untuk digunakan dalam pembuatan shampo, disamping itu dalam penyimpanan tetap stabil.  Amonium alkilsulfat, meskipun memiliki keaktifan pembersih yang sedang, tetapi jarang digunakan untuk pembuatan shampo, karena suhu padatnya tinggi.  Biasanya senyawa ini digunakan sebagai campuran detergen seperti nampak pada amonium monoetanolamina atau amonium trietanolamina alkilsulfat.  Shampo dengan formulasi tersebut memiliki pembersih dan pembusa yang baik, rambut yang dikeramas dengan shampo ini masih mudah diatur.
Di samping itu detergen yang digunakan untuk pembuatan shampo, harus memiliki sifat berikut :
1.      Harus bebas reaksi iritasi dan toksik, terutama pada kulit dan mata atau mukosa tertentu.
2.      Tidak boleh memberikan bau tidak enak, atau bau yang tidak mungkin ditutupi dengan baik.
3.      Warnanya tidak boleh menyolok
CARA PEMBUATAN SAMPO
a.    Shampoo krim atau pasta
Detergen dipanaskan dengan air pada suhu pada lebih kurang 800 dalam panci dinding rangkap, sambil terus diaduk. Tambahkan zat malam, terus diaduk lebih kurang 15 menit. Biarkan campuran ini pada suhu lebih kurang 40-500C. Tambahkan parfum, aduk terus hingga homogen; lanjutkan pengadukan untuk menghilangkan udara. Wadahkan selagi panas.
b.    Shampoo larutan
Jika digunakan alkilolamida, mula-mula zat ini dilarutkan dalam setengah bagian detergen yang digunakan dengan pemanasan hati-hati. Kemudian tambahkan sisa detergen sedikit demi sedikit, sambil terus diaduk; tambahkan zat warna yang telah dilarutkan dalam air secukupnya; jika masih terdapat sisa air tambahkan sedikit demi sedikit, sambil terus diaduk untuk mencegah terjadinya busa.
 BAHAN UTAMA
Bahan utama pada shampoo adalah surfaktan (sabun dan detergent). Sabun adalah garam dan asam lemak. Hasil reaksi antara lemak dan minyak hewan dan tumbuhan dengan alkali (Contoh : NaOH,KOH) Kekurangan : tidak membentuk busa oleh air sadah, diatasi dengan penambahan chelating agent.
a.  Anionik
·                    Gol. Alkyl benzene sulfonat
      Mis. Sodium dodecyl benzene sulfonate 
·                    Gol. Primary alkyl sulfat
      Mis. Triethanolamine lauryl sulfate
·                    Gol. Secondary alkyl sulfat
     Mis. Lauryc monoglyceride ammonium sulfate
·                    Gol. Sarcosine
     Mis. Laurosyl sarcoine, Cocoyl sarcosine
b. Kationik
Garam amonium kuarterner
Mis. Dstearyl dimethyl ommonium chloride, dilauryl dimethyl ammonium chloride, cetyl    trimethyl ammonium bromida.
c.  Amfoterik
Mis. Miranol
d. Non Ionik
    Mis. Tween, Pluronic F-68
ZAT TAMBAHAN SHAMPOO
Untuk memperbaiki sifat detergen yang menunjukkan pengaruh jelek terhadap rambut, perlu ditambahkan zat tambahan shampo dalam formulasi shampo.
1.  Alkolobromida asam lemak
Digunakan untuk meningkatkan stabilitas busa dan memperbaiki viskositas.  Zat ini merupakan hasil kondensasi asam lemak dengan monoetanolamina (MEA), dietanolamina ( DEA ), atau isopropanolamina yang sesuai.
2.  Lemak bulu domba, lanolin atau salah satu derivatnya, kolesterol, oleilalkohol, dan asetogliserida. Digunakan untuk maksud memperbaiki efek kondisioner detergen dasar shampo yang digunakan, sehingga rambut yang dikeramasshampokan akan mudah diatur dan memberikan penampilan rambut yang serasi.
3. Asam amino                                                        
    Terutama asam amino essensial, digunakan sebagai zat tambahan shampo dengan harapan, setelah rambut dikeramas, zat ini akan tetap tertinggal pada kulit kepala dan rambut, dan berfungsi sebagai pelembab, karena asam amino memiliki sifat higroskopik yang akan memperbaiki kelembaban rambut.
4.  Zat tambahan shampoo lain
Terdiri dari berbagai jenis zat, umunya diharapkan untuk menimbulkan efek terhadap pembentukan dan stabilisasi busa ; meliputi zat golongan glikol, provinilpirolidon, karboksimetilselulosa, dan silikon cair, terutama yang kadarnya lebih kurang 4%.

  1. Form Boidel
    Bahan yang meningkatkan kualitas, volume, dan stabilitas busa. Membantu meningkatkan stabilitas dan efek kondisioner. Contoh : dodecyl benzene sulfonate, lauroyl monoethanolomide.
  2. Conditioning agent
    Merupakan bahan berlemak yang memudahkan rambut untuk disisir. conditioning agent melapisi helai rambul → halus dan mengkilap. Harus mudah dibilas, tidak meninggalkan rasa berminyak (lengket) di rambut. Contoh lanolin, minyak mineral, telur, polipeptida
  3.   Opacifying agent
    Bahan yang memberikan warna buram pada shampoo. Penting pada pembuatan shampoo jenis krim & losio. Contoh : Cetyl alcohol, stearyl alcohol, spermaceti, glycol monodistearate, Mg stearate
  4. Clarifying agent
    Bahan yang digunakan untuk mencegah kekeruhan pada shampoo terutama untuk shampoo dengan bahan utama sabun. Penting pada pembuatan shampoo cair (likuid shampoo). Contoh : butil alkohol, isopropil alkohol etil alkohol, metilen glikol, EDTA
  5. Cleating agen Sequestering agent
    Bahan yang mencegah terbentuknya sabun Ca atau Mg karena air sadah. Contoh : asam sitrat, EDTA. Dapat digantikan oleh surfaktan non-ionik
  6. Thickening agent
    Bahan yang meningkatkan viskositas shampoo. Contoh : gom akasia, tragakan, CMC, Methocel. Kekurangan : dapat membentuk lapisan film pada helai rambut
  7. Preservatif
    Bahan yang berguna melindungi sampo dari mikroba yang dapat menyebabkan rusaknya sampo, Harus dipilih. Contoh : formadehid, etil alkohol, ester parahidroksibenzoat
  8. Anti dandruff agent
    Anti dandruff agent umumnya bersifat antimikroba, ditambahkan ke dalam shampoo dalam jumlah kecil. Contoh : Sulfur, Asam Salisilat, Resorsinol, Selenium Sulfida, Zink Piriton
  9. Penunjang Stabilitas
    Bahan-bahan tertentu dapat ditambahkan ke dalam sampo dengan tujuan menunjang stabilitas shampoo (stability additive)
    • Antioxidant
            Mencegah perubahan warna dan bau sediaan akibat oksidosi,
            • Sunsreen












PENUTUP
KESIMPULAN
Shampoo adalah suatu zat yang terdiri dari surfaktan, pelembut, pembentuk busa, pengental dan sebagainya yang berguna untuk membersihkan kotoran yang melekat pada rambut seperti sebum, keringat, sehingga rambut akan kelihatan lebih bersih, indah dan mudah ditata.  
 Detergen yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan shampo memiliki sifat fisikokimia tersendiri yang umumnya tidak sepenuhnya searah dengan ciri sifat yang dikehendaki untuk shampo.  Umumnya, detergen dapat melarutkan  lemak dan daya pembersihnya kuat, sehingga jika digunakan untuk keramas rambut, lemak rambut dapat hilang, rambut menjadi kering, kusam dan mudah menjadi kusut, menyebabkan sukar diatur. Sampo mengandung bahan kimia: Sodium Lauryl, Diethanolamine, Parabens, Formaldehyde, Ammonium Xylene Sulfonate.

DAFTAR PUSTAKA
Precilia Stevani. 2013. Kosmetik Sampo. pada laman http://preciliaestevani.blogspot.co.id/2013/06/makalah-kosmetologi-shampoo.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Sampo




Selasa, 05 Mei 2015

PROSEDUR PENELITIAN PTK

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

PTK merupakan proses pencarian atau pengkajian untuk menemukan suatu masalah yang terdapat pada suatu kelas dengan menggunakan teknik atau sistem daur ulang dari berbagai proses kegiatan yang ada ”. (Tahir,2011:86)
“Daur ulang dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan kegiatan plannin  (perencanaan tindakan), acting(penerapan tindakan), observing(mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan),dan reflecting(melakukan refleksi)”.(Arikunto,dkk,2008:104)
Hubungan antara keempat kegiatan diatas tersebut menunjukkan sebuah siklus atau sistem daur ulang yaitu bahwa penelitian tindakan dilaksanakan bukan hanya sekali melainkan berulang – ulang sampai peneliti merasa puas, dan hal inilah yang merupakan ciri khas dari penelitian tindakan kelas.(Arikunto,2006:92)
Dalam melaksanakan penelitian harus melalui beberapa prosedur atau langkah – langkah dalam melakukan penelitian, begitupun penelitian tindakan kelas terdapat beberapa prosedur yang terdiri atas beberapa kegiatan pokok, yaitu planningacting, observing dan reflecting. Kegiatan di atas merupakan awal siklus kegiatan dalam memecahkan masalah.  Apabila pada kegiatan awal ini, siklus tidak menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, maka kegiatan penelitian dilanjutkan pada siklus lanjutan sampai peneliti dapat mendapatkan hasil yang terbaik. (Arikunto,dkk,2008:117)
Berikut ini adalah penjelasan dari masing – masing langkah kegiatan:
1.            Planning
Dalam bahasa inggris planning artinya perencanaan. Perencanaan dalam setiap siklus disusun untuk pelaksanaan perbaikan dalam pembelajaran di kelas. Didalam perencanaan tidak hanya tidak hanya berisi tujuan atau kompetensi yang akan dicapai dalam suatu pembelajaran melainkan seorang guru harus menunjukkan secara lebih spesifik lagi perlakuan khusus seorang guru dalam proses pembelajaran dan perencanaan yang merupakan pedoman bagi guru seutuhnya dalam proses pembelajaran. (Sanjaya,2010:78)  
Kegiatan planning terdiri dari, identifikasi masalah, perumusan masalah dan analisis penyebab masalah dan pengembangan intervensi.
a.    Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam setiap tahapan penelitian. Oleh karena itu, identifikasi masalah merupakan tahap kualitas masalah yang akan kita teliti. Masalah yang kurang teridenfikasi dapat membuang – buang waktu karena penelitian tersebut tidak mendapat hasil yang bermanfaat. (Arikunto,dkk,2008:118)
Suatu langkah awal yang penting dalam memecahkan suatu masalah adalah kita harus mengenali masalah itu secara mendalam agar dapat menemukan masalah yang sebenarnya. Identifikasi masalah dalam penelitian tindakan kelas hendaknya dilaksanakan secara kolaboratif(penelitian dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang melakukan tindakan). (Arikunto,dkk,2008:122)
“dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan  adalah peneliti, bukan guru yang sedang melalukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru, yaitu dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah seorang guru; ketika dia sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti”.( (Arikunto,dkk,2008:17)
Semua peserta PTK harus bekerja sama dalam menemukan masalah ataupun fakta – fakta yang terjadi pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Semua peserta PTK mengumpulkan bukti atau fakta – fakta baik positif ataupun negatif. Fakta positif dapat didapatkan melalui siswa, guru, dokumen, lingkungan di sekolah dan lainnya. Dari fakta – fakta yang positif semua anggota tim PTK dapat mengemukakan pendapatnya dan menganalisis fakta-fakta negatifnya dan dari sekian fakta negatif yang mereka dapatkan maka peneliti kemudian menyeleksi fakta negatif tersebut dilapangan apakah fakta negatif tersebut benar – benar fakta atau sekedar opini dan asumsi belaka. (Arikunto,dkk,2008:122)Tidak semua masalah pendidikan dapat memakai penelitian tindakan kelas (classroom action research). Dalam memecahkan suatu masalah juga diperlukan langkah – langkah yang sistematis  dan rasional. Untuk itu ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menemukan suatu masalah dalam yang dapat menggunaan peneltian tindakan kelas.
a)        Masalah  harus riil dan on the job problem oriented artinya masalah tersebut berada di bawah wewenang seorang guru untuk mencari solusi dari suatu masalah yang ada pada pengalaman seorang guru melalui kegiatan sehari – harinya,  bukan menurut pengalaman orang lain. (Arikunto,dkk,2008:118)
b)        Masalah harus problematik (masalah perlu dipecahkan). Tidak semua masalah di dalam pembelajaran yang nyata atau riil adalah termasuk dalam masalah – masalah yang problematik, karena: (a) masalah tersebut kurang mendapatkan dukungan dari sumber – sumber yang terpercaya dan juga sarana prasarana.( Arikunto,dkk,2008:118)
c)        Masalah harus memberkan manfaat yang jelas, artinya pemecahan masalah yang dilakukan dapat memberikan manfaat nyata. (Arikunto,dkk,2008:119)
d)       Masalah PTK harus feasible (dapat ditemukan pemecahannya dan masalah tersebut dapat ditangani). Tidak semua penelitian itu dapat dikatakan feasible. (Arikunto,dkk,2008:119)
b.    Perumusan Masalah dan Analisis Penyebab Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah, masalah tersebut kemudian dirumuskan ke dalam kalimat pertanyaan dengan memperhatikan kata tanya what, when, who, where, why, how much, agar masalah tersebut dapat dengan mudah dimengerti. (Arikunto,dkk,2008:119). Contoh masalah yaitu minat dan aktivitas belajar siswa terhadap mata pelajaran kimia rendah. Masalah ini dapat dirumuskan lebih spesifik lagi yaitu, lebih dari 75 % siswa kelas 2 SMP Negeri 12 pada tahun 2012 minat dan aktivitas belajar terhadap pelajaran kimia rendah. (Arikunto,dkk,2008:123)
Dalam buku Arikunto dkk (2008:123),  jika rumusan tersebut dijabarkan maka dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Apa yang menjadi masalah;
2.    Siapa yang mengalami masalah ini;
3.    Dimana masalah ini terjadi;
4.    Kapan masalah tersebut terjadi;
5.    Berapa banyak siswa yang mengalami masalah ini
Dari penjabaran rumusan masalah secara spesifik maka akan dengan mudah kita menyelusuri penyebab timbulnya suatu masalah. Berdasarkan  penjabaran rumusan masalah diatas, maka dapat dengan mudah kita menelusuri dasar penyebab timbulnya masalah tersebut menggunakan komponen – komponen yang ada dalam rumusan masalah. (Arikunto,dkk,2008:123)
Analisis penyebab masalah (probable causes) merupakan tahap yang kedua dalam planning yang harus dilakukan. Setelah kita menemukan masalah riil, problematik, bermanfaat dan dapat dipecahkan, tahap berikutnya adalah menganalisis penyebab utama timbulnya masalah tersebut. Untuk menemukan penyebab masalah tersebut maka peneliti dapat melakukan teknik pengumpulan data yaitu, mengembangkan angket, mewawancarai siswa, dan melakukan pengamatan langsung di kelas. (Arikunto,dkk,2008:120)

c.    Pengembangan intervensi
Pengembangan intervensi adalah tahap ketiga dalam planning yang juga perlu untuk diperhatikan. Intervensi juga perlu dikembangkan berdasarkan penyebab masalah itu. Jika memilih intervensi hendaknya mendapatkan dukungan dari sumber daya yang ada. Untuk memilih intervensi yang kita kembangkan peneliti harus berpikir dan melakukan kolaborasi. (Arikunto,dkk,2008:121)

2.            Acting (pelaksanaan tindakan)
Pelaksanaan tindakan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh guru berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Perlakuan yang dilakukan seorang guru diarahkan sesuai dengan perencanaan. Tindakan merupakan upaya yang guru lakukan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Tindakan bukan hanya sekedar rekayasa namun tindakan dilaksanakan sesuai dengan program pembelajaran. (Sanjaya,2010:79)
Pelaksanaan tindakan yaitu sebuah rangkaian proses mengenai aktualisasi ide-ide atau penerapan suatu rancangan mengenakan tindakan kelas. (Arikunto,2006:99)
Action (intervensi) dilakukan oleh seorang peneliti untuk memperbaiki suatu masalah yang ada dalam penelitian tindakan kelas tersebut. Pada tahap ini guru mengambil fungsinya dalam permberdayaan siswa, sebagai agen perubahan bagi guru itu sendiri dan juga kelas. Dalam melakukan kegiatan pengubahan atau perbaikan atas metode tindakan di dalam kelas maka seorang peneliti harus mempunyai alasan yang logis bukan sekedar opini dan juga ada kesepakatan bersama dengan pihak – pihak yang ada. Untuk mengatasi kemungkinan – kemungkinan timbulnya kelemahan – kelemahan dalam pelaksanaan tindakan maka peneliti perlu merancang kegiatan persiapan dalam perencanaan secara efektif dan sistematis agar pelaksanaan tidak menemui kesulitan pada prosesnya nati. (Arikunto,dkk,2008:126).


3.            Observasi (pengamatan)
Tahapan ini sebenarnya berjalan secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pada tahapan ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai peneliti) melakukan pengamatan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi/penilaian yang telah disusun. Termasuk juga pengamatan secara cermat pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu dan dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Data yang dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif (hasil tes, hasil kuis, presensi, nilai tugas dan lain-lain) tetapi juga data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, atau antusias siswa. Observasi juga bisa dilakukan alat perekam mekanik-elektronik.
Pelaksanaan tindakan disertai dengan observasi atau pengamatan dan sekaligus interpretasi terhadap data tentang proses dan hasil tindakan, sehingga dapat dikatakan pelaksanaan tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung simultan. Artinya, data yang diamati tersebut langsung diinterpretasikan, tidak sekadar direkam. Misalnya, jika guru memberi pujian kepada siswa, yang direkam bukan hanya jenis pujian yang diberikan, tetapi juga dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian. Dampak ini dapat diinterpretasikan dari sikap dan partisipasi siswa dalam pembelajaran setelah mendapat pujian. Dengan cara ini, guru sebagai aktor utama dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian, sehingga komitmennya sebagai pengajar tidak terganggu oleh metode penelitian yang sedang diterapkan. Misalnya, jika ternyata pujian yang diberikan membuat siswa bersemangat, guru akan meneruskan pujian ini, namun jika pujian yang diberikan membuat siswa menjadi bahan ejekan, guru akan mengubah cara memberi penguatan.
Namun perlu dicatat, tidak semua data memerlukan interpretasi. Ada hasil pengamatan yang hanya merupakan rekaman faktua tanpa memerlukan interpretasi, sehingga pengamat cukup hanya merekam apa yang dilihat tanpa perlu memberi makna kepada hasil rekamannya. Misalnya sebagaimana yang dirujuk oleh Raka Joni (ed.) (1998), pengamatan ala Flanders yang hanya merekam data dalam tiga kategori yaitu: pembicaraan guru, pembicaraan siswa, dan sepi (tanpa pembicaraan), tidak memerlukan interpretasi pada saat rekaman dilakukan. Inilah yang dinamakan “low-inference observation”, sedangkan pengamatan yang mempersyaratkan interpretasi atau penafsiran ketika merekam data disebut sebagai “high-inference observation”.
Selanjutnya, dalam langkah persiapan pelaksanaan disebutkan bahwa salah satu hal yang harus dipersiapkan adalah cara perekaman data. Artinya, apa yang harus direkam dan bagaimana merekamnya harus ditentukan secara jelas. Salah satu cara untuk merekam atau mengumpulkan data adalah dengan observasi atau pengamatan. Sesuai dengan hakikat PTK dan mengacu kepada peran guru sebagai aktor utama dalam PTK, idealnya observasi tersebut dilakukan oleh guru sendiri. Namun, jika observasi atau perekaman data tersebut terlalu menyita waktu guru dan mengakibatkan konsentrasi guru dalam mengajar terganggu, maka guru dapat menggunakan bantuan alat perekam atau meminta teman sejawat untuk membantu mengumpulkan data melalui observasi.

a.              Prinsip dan jenis observasi
Secara sederhana, observasi berarti pengamatan dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, penggunaan istilah observasi dan pengamatan sering dipertukarkan. Khusus dalam konteks PTK, observasi mempunyai makna yang sangat khas, yang membedakannya dari observasi dalam penelitian formal. Berkaitan dengan ini, observasi yang baik mempunyai prinsip dasar atau karakteristik yang harus diperhatikan, baik oleh pengamat maupun yang diamati. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yang secara singkat dapat dideskripsikan seperti berikut ini.
1)             Perencanaan bersama
Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara pengamat dengan yang diamati, dalam hal ini antara teman sejawat yang akan membantu mengamati dengan guru yang akan mengajar. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling percaya dan menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati, pelajaran yang akan berlangsung, serta aturan lain seperti berapa lama pengamatan akan berlangsung, bagaimana sikap pengamat kepada siswa, dan di mana pengamat akan duduk.




2)             Fokus
Fokus pengamatan mungkin sangat luas atau umum, tetapi dapat pula sangat khusus atau spesifik. Fokus yang luas akan menyebabkan pengamat lebih banyak mengandalkan pertimbangan yang bersifat subjektif dalam menafsirkan data, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi guru yang diamati, kecuali jika berbagai hal telah disepakati sebelumnya. Sebaliknya, fokus yang sempit atau spesifik akan menghasilkan data yang sangat bermanfaar bagi pertumbuhan profesional guru.
3)             Membangun kriteriangat membantu guru
jika kriteria keberhasilan atau sasaran yang ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya. Misalnya, guru menargetkan akan melibatkan minimal 30 orang dari 35 orang siswanya dalam diskusi kelas. Dengan kriteria seperti ini, pengamat dapat merekam data yang memang relevan. Atau, sebelum pengamatan, pengamat dan guru menyetujui bahwa pengamat akan merekam kebermaknaan respons siswa dengan cara mencatat kemunculannya dan memberi komentar.
4)             Keterampilan Observasi
Seorang pengamat yang baik memiliki minimal tiga keterampilan, yaitu: (1) dapat menahan diri untuk tidak terlalu ceapat memutuskan dalam menginterpretasikan satu peristiwa, (2) dapat menciptakan suasana yang memberi dukungan dan menghindari terjadinya suasana yang menakutkan guru atau siswa, dan (3) menguasai berbagai teknik untuk menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk direkam, serta alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode tertentu.
5)             Balikan (Feedback)
Hasil observasi dapat dimanfaatkan jika ada balikan yang tepat, yang disajikan dengan memperhatikan hal-hal berikut.
a)    Diberikan segera setelah pengamatan, dalam bentuk diskusi.
b)   Balikan diberikan berdasarkan data faktual yang direkam secara cermat dan sistematis.
c)    Data diinterpretasikan sesuai dengan kriteria yang sudah disepakati sebelumnya.
d)   Guru yang diamati diberi kesempatan pertama untuk menafsirkan data.
e)    Diskusi mengarah kepada perkembangan strategi untuk membangun apa yang telah dipelajari.
Jenis-jenis Observasi, dilihat dari cara melakukannya, dapat dibedakan sebagai berikut.
1)      Observasi terbuka
Dalam observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk merekam pelajaran yang diamati. Dia dapat menggunakan teknik-teknik tertentu untuk merekam jalannya perbaikan sehingga dapat merekonstruksi pelajaran yang berlangsung. Jika Anda dikunjungi oleh pengawas dan pengawas mengamati Anda mengajar, apakah ada lembar observasi yang digunakan? Jika tidak, maka pengamatan yang dilakukan oleh pengawas terhadap kelas Anda dapat dikategorikan sebagai observasi terbuka. Pengawas mengamati kelas Anda kemudian membuat catatan pada kertas kosong tentang jalannya pelajaran yang berlangsung.
2)      Observasi Terfokus
Berbeda halnya dengan observasi terbuka, observasi terfokus secara khusus ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. Misalnya, yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi, dampak penguatan bagi siswa, atau jenis pertanyaan yang diajukan guru. Tentu semua fokus ini telah disepakati sebelum berlangsungnya observasi.
3)      Observasi Terstruktur
Jika observasi terbuka hanya menggunakan kertas kosong sebagai alat perekam data, observasi terstruktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (v) pada tempat yang disediakan. Misalnya, yang direkam adalah frekuensi penguatan yang diberikan, atau jumlah pertanyaan yang diajukan, atau jumlah siswa yang menjawab secara sukarela, atau jumlah siswa yang mengajukan pertanyaan. Pengamat hanya tinggal memberi tanda cek (v) tiap kali peristiwa itu muncul.
4)      Observasi Sistematik
Observasi sitematik lebih rinci dari observasi terstruktur dalam kategori data yang diamati. Misalnya dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal dan nonverbal. Contoh lain yang sudah dikenal amat luas adalah kategori pengamatan dari Flanders yang membagi data pengamatan menjadi tiga kategori, yaitu pembicaraan guru, pembicaraan siswa, dan sepi atau senyap.
b.             Tujuan/sasaran observasi
Secara umum, observasi bertujuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab masalah tertentu. Dalam penelitian formal, observasi bertujuan untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel (sahih dan handal). Data ini kemudian akan diolah untuk menjawab berbagai pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis. Dalam PTK, observasi terutama ditujukan untuk memantau proses dan dampak perbaikan yang direncanakan. Oleh karena itu, yang menjadi sasaran observasi dalam PTK adalah proses dan hasil atau dampak pembelajaran yang direncanakan sebagai tindakan perbaikan. Proses dan dampak yang teramati diinterpretasikan, selanjutnya digunakan untuk menata kembali langkah-langkah perbaikan.

c.              Prosedur observasi
Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap, yaitu: pertemuan pendahuluan, observasi, dan diskusi balikan. Ketiga tahap ini sering disebut sebagai siklus pengamatan, yang populer dipakai dalam supervisi klinis, baik dalam membimbing calon guru maupun dalam memberikan bantuan profesional bagi guru yang sudah bertugas. Siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut.

 









Mari kita kaji langkah-langkah tersebut.
1.        Pertemuan Pendahuluan
          Pertemuan pendahuluan yang sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan sebelum observasi berlangsung. Tujuan pertemuan ini adalah untuk menyepakati berbagai hal yang berkaitan dengan pelajaran yang akan diamati danobservasi yang akan dilakukan. Sebagaimana yang telah Anda kaji pada prinsip pertama observasi. Langkah-langkah dan konteks pembelajaran, fokus observasi, kriteria observasi, lama pengamatan, cara pengamatan, dan sebagainya dapat disepakati pada pertemuan pendahuluan ini. Fokus observasi misalnya siswa yang memberi respon secara sukarela, siswa yang mendapatpenguatan, atau jenis pertanyaan yang diajukan oleh guru, sedangkan contoh kriteria observasi adalah: peningkatan sumber belajar yang dipakai siswa, peningkatan jumlah pertanyaan yang diajukan siswa, peningkatan rasa puas pada diri siswa, dan peningkatan jumlah siswa yang menjawab dengan benar.
2.        Pelaksanaan Observasi
          Sesuai dengan kesepakatan pada pertemuan pendahuluan, observasi dilakukan terhadap proses dan hasil tindakan perbaikan, yang tentu saja terfokus pada perilaku mengajar guru, perilaku belajar siswa, dan interaksi antara guru dan siswa. Pengamat merekam/menginterpretasikan data sesuai dengan kesepakatan dan berusaha menciptakan suasana yang mendukung berlangsungnya proses perbaikan.
3.        Diskusi Balikan
          Sesuai dengan prinsip pemberian balikan, pertemuan balikan dilakukan segera setelah tindakan perbaikan yang diamati berakhir. Makin cepat pertemuan ini dilakukan makin baik, dan sebaiknya diusahakan agar pertemuan ini tidak ditunda lebih dari 24 jam. Dalam pertemuan ini, guru dan pengamat berbagi onformasi yang dikumpulkan selama pengamatan, mendiskusikan/menginterpretasikan informasi tersebut, serta mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan.

Sumber :
Wardani, Igak, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka




4.            Refleksi
Istilah refleksi berasal dari kata bahasa inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi disini sama dengan “memantul, seperti hanya memancar dan menatap kena kaca.” Dalam hal ini, guru pelaksana sedang memantulkan pengalamannya pada peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan siap mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dan bagian mana yang belum. Dengan kata lain, guru pelaksana sedang melakukan evaluasi diri. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, yaitu mengamati apa yang ia lakukan, maka refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut  melihat dirinya kembali melakukan “diaog” untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan secara cermat mengenali hal-hal yang masih perlu di perbaiki.
Menurut Florentina (2012) refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi: 1) pada siswa, 2) suasana kelas, 3) guru. Pada tahap ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana, dan sejauh mana, intervensi ( action ) menghasilkan perubahan secara signifikan. Kolaborasi sengan rekan ( termasuk para ahli ) akan memainkan peran sentral dalam memutuskan seberapa jauh action telah membawa perubahan : apa/dimana perubahan terjadi). Pada kesempatan ini, beberapa pernyataan penting seperti:
a.       Apa yang ingin saya ceritakan tentang perubahan di kelas
b.      Seberapa jauh perubahan itu terjadi?
c.       Apa yang akan saya lakukan untuk mencapai indikator – indicator keberhasilan yang sudah saya tetapkan?
Setelah melakukan refleksi dan muncul permasalahan baru atau pemikiran baru, sehingga perlu perencanaan ulang dan tindak lanjut untuk siklus berikut, demikian langkah-langkah kegiatan terus berulang, sampai terjadi perubahan dengan criteria indicator keberhasilan yang sudah ditetapkan.
Hasil refleksi siklus pertama akan mengilhami dasar pelaksanaan siklus kedua. Setelah permasalahan ditetapkan, pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus pertama yang terdiri atas empat tahap kegiatan. Hasil refleksi siklus pertama akan dapat diketahui keberhasilan atau hambatan dalam hasil tindakan, peneliti kemudian mengidentifikasi permasalahannya untuk menentukan rancangan siklus berikutnya. Kegiatan yang dilakukan dalam siklus kedua mempunyai berbagai tambahan perbaikan dari tindakan sebelumnya yang ditunjukan untuk mengatasi berbagai hambatan/ kesulitan yang ditemukan dalam siklus sebelumnya. Dengan menyusun rancangan untuk siklus kedua, peneliti dapat melanjutkan dengan tahap kegiatan-kegiatan seperti yang terjadi dalam siklus pertama. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan peneliti belum merasa puas, dapat dilanjutkan pada siklus ketiga, yang tahapannya sama dengan siklus terdahulu.


Daftar  pustaka :
Arikunto, Suharsimi dan Suhardjono., Supardi. 2014. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta : Bumi Aksara
Riskamayantikha. 2014. Prosedur pelaksanaan PTK. Diakses pada hari Sabtu, 13 Maret 2015 pada laman  http://riskamayantiikha.blogspot.com/2014/04/prosedur-pelaksanaan-ptk.htm
Wardani, Igak, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka
Widihastrini, Florentina. 2012. Penelitian Pendidikan SD. Pendidikan Guru Sekolah Dasar: FIP UNNES