water blaster

water blaster

Selasa, 05 Mei 2015

PROSEDUR PENELITIAN PTK

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

PTK merupakan proses pencarian atau pengkajian untuk menemukan suatu masalah yang terdapat pada suatu kelas dengan menggunakan teknik atau sistem daur ulang dari berbagai proses kegiatan yang ada ”. (Tahir,2011:86)
“Daur ulang dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan kegiatan plannin  (perencanaan tindakan), acting(penerapan tindakan), observing(mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan),dan reflecting(melakukan refleksi)”.(Arikunto,dkk,2008:104)
Hubungan antara keempat kegiatan diatas tersebut menunjukkan sebuah siklus atau sistem daur ulang yaitu bahwa penelitian tindakan dilaksanakan bukan hanya sekali melainkan berulang – ulang sampai peneliti merasa puas, dan hal inilah yang merupakan ciri khas dari penelitian tindakan kelas.(Arikunto,2006:92)
Dalam melaksanakan penelitian harus melalui beberapa prosedur atau langkah – langkah dalam melakukan penelitian, begitupun penelitian tindakan kelas terdapat beberapa prosedur yang terdiri atas beberapa kegiatan pokok, yaitu planningacting, observing dan reflecting. Kegiatan di atas merupakan awal siklus kegiatan dalam memecahkan masalah.  Apabila pada kegiatan awal ini, siklus tidak menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, maka kegiatan penelitian dilanjutkan pada siklus lanjutan sampai peneliti dapat mendapatkan hasil yang terbaik. (Arikunto,dkk,2008:117)
Berikut ini adalah penjelasan dari masing – masing langkah kegiatan:
1.            Planning
Dalam bahasa inggris planning artinya perencanaan. Perencanaan dalam setiap siklus disusun untuk pelaksanaan perbaikan dalam pembelajaran di kelas. Didalam perencanaan tidak hanya tidak hanya berisi tujuan atau kompetensi yang akan dicapai dalam suatu pembelajaran melainkan seorang guru harus menunjukkan secara lebih spesifik lagi perlakuan khusus seorang guru dalam proses pembelajaran dan perencanaan yang merupakan pedoman bagi guru seutuhnya dalam proses pembelajaran. (Sanjaya,2010:78)  
Kegiatan planning terdiri dari, identifikasi masalah, perumusan masalah dan analisis penyebab masalah dan pengembangan intervensi.
a.    Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam setiap tahapan penelitian. Oleh karena itu, identifikasi masalah merupakan tahap kualitas masalah yang akan kita teliti. Masalah yang kurang teridenfikasi dapat membuang – buang waktu karena penelitian tersebut tidak mendapat hasil yang bermanfaat. (Arikunto,dkk,2008:118)
Suatu langkah awal yang penting dalam memecahkan suatu masalah adalah kita harus mengenali masalah itu secara mendalam agar dapat menemukan masalah yang sebenarnya. Identifikasi masalah dalam penelitian tindakan kelas hendaknya dilaksanakan secara kolaboratif(penelitian dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang melakukan tindakan). (Arikunto,dkk,2008:122)
“dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan  adalah peneliti, bukan guru yang sedang melalukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru, yaitu dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah seorang guru; ketika dia sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti”.( (Arikunto,dkk,2008:17)
Semua peserta PTK harus bekerja sama dalam menemukan masalah ataupun fakta – fakta yang terjadi pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Semua peserta PTK mengumpulkan bukti atau fakta – fakta baik positif ataupun negatif. Fakta positif dapat didapatkan melalui siswa, guru, dokumen, lingkungan di sekolah dan lainnya. Dari fakta – fakta yang positif semua anggota tim PTK dapat mengemukakan pendapatnya dan menganalisis fakta-fakta negatifnya dan dari sekian fakta negatif yang mereka dapatkan maka peneliti kemudian menyeleksi fakta negatif tersebut dilapangan apakah fakta negatif tersebut benar – benar fakta atau sekedar opini dan asumsi belaka. (Arikunto,dkk,2008:122)Tidak semua masalah pendidikan dapat memakai penelitian tindakan kelas (classroom action research). Dalam memecahkan suatu masalah juga diperlukan langkah – langkah yang sistematis  dan rasional. Untuk itu ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menemukan suatu masalah dalam yang dapat menggunaan peneltian tindakan kelas.
a)        Masalah  harus riil dan on the job problem oriented artinya masalah tersebut berada di bawah wewenang seorang guru untuk mencari solusi dari suatu masalah yang ada pada pengalaman seorang guru melalui kegiatan sehari – harinya,  bukan menurut pengalaman orang lain. (Arikunto,dkk,2008:118)
b)        Masalah harus problematik (masalah perlu dipecahkan). Tidak semua masalah di dalam pembelajaran yang nyata atau riil adalah termasuk dalam masalah – masalah yang problematik, karena: (a) masalah tersebut kurang mendapatkan dukungan dari sumber – sumber yang terpercaya dan juga sarana prasarana.( Arikunto,dkk,2008:118)
c)        Masalah harus memberkan manfaat yang jelas, artinya pemecahan masalah yang dilakukan dapat memberikan manfaat nyata. (Arikunto,dkk,2008:119)
d)       Masalah PTK harus feasible (dapat ditemukan pemecahannya dan masalah tersebut dapat ditangani). Tidak semua penelitian itu dapat dikatakan feasible. (Arikunto,dkk,2008:119)
b.    Perumusan Masalah dan Analisis Penyebab Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah, masalah tersebut kemudian dirumuskan ke dalam kalimat pertanyaan dengan memperhatikan kata tanya what, when, who, where, why, how much, agar masalah tersebut dapat dengan mudah dimengerti. (Arikunto,dkk,2008:119). Contoh masalah yaitu minat dan aktivitas belajar siswa terhadap mata pelajaran kimia rendah. Masalah ini dapat dirumuskan lebih spesifik lagi yaitu, lebih dari 75 % siswa kelas 2 SMP Negeri 12 pada tahun 2012 minat dan aktivitas belajar terhadap pelajaran kimia rendah. (Arikunto,dkk,2008:123)
Dalam buku Arikunto dkk (2008:123),  jika rumusan tersebut dijabarkan maka dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Apa yang menjadi masalah;
2.    Siapa yang mengalami masalah ini;
3.    Dimana masalah ini terjadi;
4.    Kapan masalah tersebut terjadi;
5.    Berapa banyak siswa yang mengalami masalah ini
Dari penjabaran rumusan masalah secara spesifik maka akan dengan mudah kita menyelusuri penyebab timbulnya suatu masalah. Berdasarkan  penjabaran rumusan masalah diatas, maka dapat dengan mudah kita menelusuri dasar penyebab timbulnya masalah tersebut menggunakan komponen – komponen yang ada dalam rumusan masalah. (Arikunto,dkk,2008:123)
Analisis penyebab masalah (probable causes) merupakan tahap yang kedua dalam planning yang harus dilakukan. Setelah kita menemukan masalah riil, problematik, bermanfaat dan dapat dipecahkan, tahap berikutnya adalah menganalisis penyebab utama timbulnya masalah tersebut. Untuk menemukan penyebab masalah tersebut maka peneliti dapat melakukan teknik pengumpulan data yaitu, mengembangkan angket, mewawancarai siswa, dan melakukan pengamatan langsung di kelas. (Arikunto,dkk,2008:120)

c.    Pengembangan intervensi
Pengembangan intervensi adalah tahap ketiga dalam planning yang juga perlu untuk diperhatikan. Intervensi juga perlu dikembangkan berdasarkan penyebab masalah itu. Jika memilih intervensi hendaknya mendapatkan dukungan dari sumber daya yang ada. Untuk memilih intervensi yang kita kembangkan peneliti harus berpikir dan melakukan kolaborasi. (Arikunto,dkk,2008:121)

2.            Acting (pelaksanaan tindakan)
Pelaksanaan tindakan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh guru berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Perlakuan yang dilakukan seorang guru diarahkan sesuai dengan perencanaan. Tindakan merupakan upaya yang guru lakukan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Tindakan bukan hanya sekedar rekayasa namun tindakan dilaksanakan sesuai dengan program pembelajaran. (Sanjaya,2010:79)
Pelaksanaan tindakan yaitu sebuah rangkaian proses mengenai aktualisasi ide-ide atau penerapan suatu rancangan mengenakan tindakan kelas. (Arikunto,2006:99)
Action (intervensi) dilakukan oleh seorang peneliti untuk memperbaiki suatu masalah yang ada dalam penelitian tindakan kelas tersebut. Pada tahap ini guru mengambil fungsinya dalam permberdayaan siswa, sebagai agen perubahan bagi guru itu sendiri dan juga kelas. Dalam melakukan kegiatan pengubahan atau perbaikan atas metode tindakan di dalam kelas maka seorang peneliti harus mempunyai alasan yang logis bukan sekedar opini dan juga ada kesepakatan bersama dengan pihak – pihak yang ada. Untuk mengatasi kemungkinan – kemungkinan timbulnya kelemahan – kelemahan dalam pelaksanaan tindakan maka peneliti perlu merancang kegiatan persiapan dalam perencanaan secara efektif dan sistematis agar pelaksanaan tidak menemui kesulitan pada prosesnya nati. (Arikunto,dkk,2008:126).


3.            Observasi (pengamatan)
Tahapan ini sebenarnya berjalan secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pada tahapan ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai peneliti) melakukan pengamatan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi/penilaian yang telah disusun. Termasuk juga pengamatan secara cermat pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu dan dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Data yang dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif (hasil tes, hasil kuis, presensi, nilai tugas dan lain-lain) tetapi juga data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, atau antusias siswa. Observasi juga bisa dilakukan alat perekam mekanik-elektronik.
Pelaksanaan tindakan disertai dengan observasi atau pengamatan dan sekaligus interpretasi terhadap data tentang proses dan hasil tindakan, sehingga dapat dikatakan pelaksanaan tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung simultan. Artinya, data yang diamati tersebut langsung diinterpretasikan, tidak sekadar direkam. Misalnya, jika guru memberi pujian kepada siswa, yang direkam bukan hanya jenis pujian yang diberikan, tetapi juga dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian. Dampak ini dapat diinterpretasikan dari sikap dan partisipasi siswa dalam pembelajaran setelah mendapat pujian. Dengan cara ini, guru sebagai aktor utama dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian, sehingga komitmennya sebagai pengajar tidak terganggu oleh metode penelitian yang sedang diterapkan. Misalnya, jika ternyata pujian yang diberikan membuat siswa bersemangat, guru akan meneruskan pujian ini, namun jika pujian yang diberikan membuat siswa menjadi bahan ejekan, guru akan mengubah cara memberi penguatan.
Namun perlu dicatat, tidak semua data memerlukan interpretasi. Ada hasil pengamatan yang hanya merupakan rekaman faktua tanpa memerlukan interpretasi, sehingga pengamat cukup hanya merekam apa yang dilihat tanpa perlu memberi makna kepada hasil rekamannya. Misalnya sebagaimana yang dirujuk oleh Raka Joni (ed.) (1998), pengamatan ala Flanders yang hanya merekam data dalam tiga kategori yaitu: pembicaraan guru, pembicaraan siswa, dan sepi (tanpa pembicaraan), tidak memerlukan interpretasi pada saat rekaman dilakukan. Inilah yang dinamakan “low-inference observation”, sedangkan pengamatan yang mempersyaratkan interpretasi atau penafsiran ketika merekam data disebut sebagai “high-inference observation”.
Selanjutnya, dalam langkah persiapan pelaksanaan disebutkan bahwa salah satu hal yang harus dipersiapkan adalah cara perekaman data. Artinya, apa yang harus direkam dan bagaimana merekamnya harus ditentukan secara jelas. Salah satu cara untuk merekam atau mengumpulkan data adalah dengan observasi atau pengamatan. Sesuai dengan hakikat PTK dan mengacu kepada peran guru sebagai aktor utama dalam PTK, idealnya observasi tersebut dilakukan oleh guru sendiri. Namun, jika observasi atau perekaman data tersebut terlalu menyita waktu guru dan mengakibatkan konsentrasi guru dalam mengajar terganggu, maka guru dapat menggunakan bantuan alat perekam atau meminta teman sejawat untuk membantu mengumpulkan data melalui observasi.

a.              Prinsip dan jenis observasi
Secara sederhana, observasi berarti pengamatan dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, penggunaan istilah observasi dan pengamatan sering dipertukarkan. Khusus dalam konteks PTK, observasi mempunyai makna yang sangat khas, yang membedakannya dari observasi dalam penelitian formal. Berkaitan dengan ini, observasi yang baik mempunyai prinsip dasar atau karakteristik yang harus diperhatikan, baik oleh pengamat maupun yang diamati. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yang secara singkat dapat dideskripsikan seperti berikut ini.
1)             Perencanaan bersama
Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara pengamat dengan yang diamati, dalam hal ini antara teman sejawat yang akan membantu mengamati dengan guru yang akan mengajar. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling percaya dan menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati, pelajaran yang akan berlangsung, serta aturan lain seperti berapa lama pengamatan akan berlangsung, bagaimana sikap pengamat kepada siswa, dan di mana pengamat akan duduk.




2)             Fokus
Fokus pengamatan mungkin sangat luas atau umum, tetapi dapat pula sangat khusus atau spesifik. Fokus yang luas akan menyebabkan pengamat lebih banyak mengandalkan pertimbangan yang bersifat subjektif dalam menafsirkan data, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi guru yang diamati, kecuali jika berbagai hal telah disepakati sebelumnya. Sebaliknya, fokus yang sempit atau spesifik akan menghasilkan data yang sangat bermanfaar bagi pertumbuhan profesional guru.
3)             Membangun kriteriangat membantu guru
jika kriteria keberhasilan atau sasaran yang ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya. Misalnya, guru menargetkan akan melibatkan minimal 30 orang dari 35 orang siswanya dalam diskusi kelas. Dengan kriteria seperti ini, pengamat dapat merekam data yang memang relevan. Atau, sebelum pengamatan, pengamat dan guru menyetujui bahwa pengamat akan merekam kebermaknaan respons siswa dengan cara mencatat kemunculannya dan memberi komentar.
4)             Keterampilan Observasi
Seorang pengamat yang baik memiliki minimal tiga keterampilan, yaitu: (1) dapat menahan diri untuk tidak terlalu ceapat memutuskan dalam menginterpretasikan satu peristiwa, (2) dapat menciptakan suasana yang memberi dukungan dan menghindari terjadinya suasana yang menakutkan guru atau siswa, dan (3) menguasai berbagai teknik untuk menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk direkam, serta alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode tertentu.
5)             Balikan (Feedback)
Hasil observasi dapat dimanfaatkan jika ada balikan yang tepat, yang disajikan dengan memperhatikan hal-hal berikut.
a)    Diberikan segera setelah pengamatan, dalam bentuk diskusi.
b)   Balikan diberikan berdasarkan data faktual yang direkam secara cermat dan sistematis.
c)    Data diinterpretasikan sesuai dengan kriteria yang sudah disepakati sebelumnya.
d)   Guru yang diamati diberi kesempatan pertama untuk menafsirkan data.
e)    Diskusi mengarah kepada perkembangan strategi untuk membangun apa yang telah dipelajari.
Jenis-jenis Observasi, dilihat dari cara melakukannya, dapat dibedakan sebagai berikut.
1)      Observasi terbuka
Dalam observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk merekam pelajaran yang diamati. Dia dapat menggunakan teknik-teknik tertentu untuk merekam jalannya perbaikan sehingga dapat merekonstruksi pelajaran yang berlangsung. Jika Anda dikunjungi oleh pengawas dan pengawas mengamati Anda mengajar, apakah ada lembar observasi yang digunakan? Jika tidak, maka pengamatan yang dilakukan oleh pengawas terhadap kelas Anda dapat dikategorikan sebagai observasi terbuka. Pengawas mengamati kelas Anda kemudian membuat catatan pada kertas kosong tentang jalannya pelajaran yang berlangsung.
2)      Observasi Terfokus
Berbeda halnya dengan observasi terbuka, observasi terfokus secara khusus ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. Misalnya, yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi, dampak penguatan bagi siswa, atau jenis pertanyaan yang diajukan guru. Tentu semua fokus ini telah disepakati sebelum berlangsungnya observasi.
3)      Observasi Terstruktur
Jika observasi terbuka hanya menggunakan kertas kosong sebagai alat perekam data, observasi terstruktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (v) pada tempat yang disediakan. Misalnya, yang direkam adalah frekuensi penguatan yang diberikan, atau jumlah pertanyaan yang diajukan, atau jumlah siswa yang menjawab secara sukarela, atau jumlah siswa yang mengajukan pertanyaan. Pengamat hanya tinggal memberi tanda cek (v) tiap kali peristiwa itu muncul.
4)      Observasi Sistematik
Observasi sitematik lebih rinci dari observasi terstruktur dalam kategori data yang diamati. Misalnya dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal dan nonverbal. Contoh lain yang sudah dikenal amat luas adalah kategori pengamatan dari Flanders yang membagi data pengamatan menjadi tiga kategori, yaitu pembicaraan guru, pembicaraan siswa, dan sepi atau senyap.
b.             Tujuan/sasaran observasi
Secara umum, observasi bertujuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab masalah tertentu. Dalam penelitian formal, observasi bertujuan untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel (sahih dan handal). Data ini kemudian akan diolah untuk menjawab berbagai pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis. Dalam PTK, observasi terutama ditujukan untuk memantau proses dan dampak perbaikan yang direncanakan. Oleh karena itu, yang menjadi sasaran observasi dalam PTK adalah proses dan hasil atau dampak pembelajaran yang direncanakan sebagai tindakan perbaikan. Proses dan dampak yang teramati diinterpretasikan, selanjutnya digunakan untuk menata kembali langkah-langkah perbaikan.

c.              Prosedur observasi
Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap, yaitu: pertemuan pendahuluan, observasi, dan diskusi balikan. Ketiga tahap ini sering disebut sebagai siklus pengamatan, yang populer dipakai dalam supervisi klinis, baik dalam membimbing calon guru maupun dalam memberikan bantuan profesional bagi guru yang sudah bertugas. Siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut.

 









Mari kita kaji langkah-langkah tersebut.
1.        Pertemuan Pendahuluan
          Pertemuan pendahuluan yang sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan sebelum observasi berlangsung. Tujuan pertemuan ini adalah untuk menyepakati berbagai hal yang berkaitan dengan pelajaran yang akan diamati danobservasi yang akan dilakukan. Sebagaimana yang telah Anda kaji pada prinsip pertama observasi. Langkah-langkah dan konteks pembelajaran, fokus observasi, kriteria observasi, lama pengamatan, cara pengamatan, dan sebagainya dapat disepakati pada pertemuan pendahuluan ini. Fokus observasi misalnya siswa yang memberi respon secara sukarela, siswa yang mendapatpenguatan, atau jenis pertanyaan yang diajukan oleh guru, sedangkan contoh kriteria observasi adalah: peningkatan sumber belajar yang dipakai siswa, peningkatan jumlah pertanyaan yang diajukan siswa, peningkatan rasa puas pada diri siswa, dan peningkatan jumlah siswa yang menjawab dengan benar.
2.        Pelaksanaan Observasi
          Sesuai dengan kesepakatan pada pertemuan pendahuluan, observasi dilakukan terhadap proses dan hasil tindakan perbaikan, yang tentu saja terfokus pada perilaku mengajar guru, perilaku belajar siswa, dan interaksi antara guru dan siswa. Pengamat merekam/menginterpretasikan data sesuai dengan kesepakatan dan berusaha menciptakan suasana yang mendukung berlangsungnya proses perbaikan.
3.        Diskusi Balikan
          Sesuai dengan prinsip pemberian balikan, pertemuan balikan dilakukan segera setelah tindakan perbaikan yang diamati berakhir. Makin cepat pertemuan ini dilakukan makin baik, dan sebaiknya diusahakan agar pertemuan ini tidak ditunda lebih dari 24 jam. Dalam pertemuan ini, guru dan pengamat berbagi onformasi yang dikumpulkan selama pengamatan, mendiskusikan/menginterpretasikan informasi tersebut, serta mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan.

Sumber :
Wardani, Igak, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka




4.            Refleksi
Istilah refleksi berasal dari kata bahasa inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi disini sama dengan “memantul, seperti hanya memancar dan menatap kena kaca.” Dalam hal ini, guru pelaksana sedang memantulkan pengalamannya pada peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan siap mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dan bagian mana yang belum. Dengan kata lain, guru pelaksana sedang melakukan evaluasi diri. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, yaitu mengamati apa yang ia lakukan, maka refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut  melihat dirinya kembali melakukan “diaog” untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan secara cermat mengenali hal-hal yang masih perlu di perbaiki.
Menurut Florentina (2012) refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi: 1) pada siswa, 2) suasana kelas, 3) guru. Pada tahap ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana, dan sejauh mana, intervensi ( action ) menghasilkan perubahan secara signifikan. Kolaborasi sengan rekan ( termasuk para ahli ) akan memainkan peran sentral dalam memutuskan seberapa jauh action telah membawa perubahan : apa/dimana perubahan terjadi). Pada kesempatan ini, beberapa pernyataan penting seperti:
a.       Apa yang ingin saya ceritakan tentang perubahan di kelas
b.      Seberapa jauh perubahan itu terjadi?
c.       Apa yang akan saya lakukan untuk mencapai indikator – indicator keberhasilan yang sudah saya tetapkan?
Setelah melakukan refleksi dan muncul permasalahan baru atau pemikiran baru, sehingga perlu perencanaan ulang dan tindak lanjut untuk siklus berikut, demikian langkah-langkah kegiatan terus berulang, sampai terjadi perubahan dengan criteria indicator keberhasilan yang sudah ditetapkan.
Hasil refleksi siklus pertama akan mengilhami dasar pelaksanaan siklus kedua. Setelah permasalahan ditetapkan, pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus pertama yang terdiri atas empat tahap kegiatan. Hasil refleksi siklus pertama akan dapat diketahui keberhasilan atau hambatan dalam hasil tindakan, peneliti kemudian mengidentifikasi permasalahannya untuk menentukan rancangan siklus berikutnya. Kegiatan yang dilakukan dalam siklus kedua mempunyai berbagai tambahan perbaikan dari tindakan sebelumnya yang ditunjukan untuk mengatasi berbagai hambatan/ kesulitan yang ditemukan dalam siklus sebelumnya. Dengan menyusun rancangan untuk siklus kedua, peneliti dapat melanjutkan dengan tahap kegiatan-kegiatan seperti yang terjadi dalam siklus pertama. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan peneliti belum merasa puas, dapat dilanjutkan pada siklus ketiga, yang tahapannya sama dengan siklus terdahulu.


Daftar  pustaka :
Arikunto, Suharsimi dan Suhardjono., Supardi. 2014. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta : Bumi Aksara
Riskamayantikha. 2014. Prosedur pelaksanaan PTK. Diakses pada hari Sabtu, 13 Maret 2015 pada laman  http://riskamayantiikha.blogspot.com/2014/04/prosedur-pelaksanaan-ptk.htm
Wardani, Igak, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka
Widihastrini, Florentina. 2012. Penelitian Pendidikan SD. Pendidikan Guru Sekolah Dasar: FIP UNNES



TABEL PERBEDAAN VALIDITAS DAN REIABILITAS PTK DAN PENELITIAN FORMAL


TABEL PERBEDAAN VALIDITAS DAN REIABILITAS PTK DAN PENELITIAN FORMAL
ASPEK
PTK
PENELITIAN FORMAL
PENGERTIAN VALIDITAS
Validitas menunjukan sejauh mana tingkat interpretasi dan konsep-konsep yang diperoleh memiliki makna yang sesuai antara peneliti dan partisipan.
Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terdapat di lapangan dan data yang dilaporkan oleh peneliti.
PENGERTIAN RELIABILITAS
Reliabilitas itu bersifat majemuk/ ganda, dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang seperti semula. Reliabilitas PTK dapat dilakukan dengan cara melampirkan data asli, seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan.
Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan.  Suatu instrumen memeiliki tingkat reliabilitas yang memadai, bila instrument tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relative sama.
WAKTU UJI INSTRUMEN
Selama dan sesudah pelaksanaan penelitian
Sebelum pelaksanaan penelitian
YANG DIUJI
Data penelitian
Instrumen penelitian
KRITERIA VALIDITAS YANG SESUAI
Jenis-jenis validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni:
a.   Validitas demokratik,  berkenaan dengan kadar     kekolaboratifan penelitian  dan pencakupan berbagai aspek.
b.   Validitas hasil, mengandung konsep bahwa tindakan kelas membawa hasil yang sukses di dalam konteks PTK.
c.   Validitas proses, berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’.
d.   Validitas katalitik, terkait dengan kadar pemahaman yang  capai realitas kehidupan kelas dan cara mengelola perubahan di dalamnya.
e.    Validitas dialogues, sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik.

Menurut sugiyono, validitas penelitian mencakup :
1.    Validitas isi (content validity) : sejauh mana instrumen tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki.
2.    Validitas berdasarkan kriteria (criterion related validity) : hubungan antara skor suatu instrumen pengukuran dengan skor suatu instrumen lain.
3.    Validitas konstruksi (construct validity): menunjukan seberapa jauh suatu tes mengukur kontruksi tertentu.