Prosedur
Penelitian Tindakan Kelas
PTK merupakan proses pencarian atau pengkajian untuk
menemukan suatu masalah yang terdapat pada suatu kelas dengan menggunakan
teknik atau sistem daur ulang dari berbagai proses kegiatan yang ada ”.
(Tahir,2011:86)
“Daur ulang dalam penelitian tindakan kelas diawali
dengan kegiatan plannin (perencanaan tindakan), acting(penerapan
tindakan), observing(mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan),dan
reflecting(melakukan refleksi)”.(Arikunto,dkk,2008:104)
Hubungan antara keempat kegiatan diatas tersebut
menunjukkan sebuah siklus atau sistem daur ulang yaitu bahwa penelitian
tindakan dilaksanakan bukan hanya sekali melainkan berulang – ulang sampai
peneliti merasa puas, dan hal inilah yang merupakan ciri khas dari penelitian
tindakan kelas.(Arikunto,2006:92)
Dalam melaksanakan penelitian harus melalui beberapa
prosedur atau langkah – langkah dalam melakukan penelitian, begitupun
penelitian tindakan kelas terdapat beberapa prosedur yang terdiri atas beberapa
kegiatan pokok, yaitu planning, acting, observing dan reflecting. Kegiatan
di atas merupakan awal siklus kegiatan dalam memecahkan
masalah. Apabila pada kegiatan awal ini, siklus tidak menunjukkan
perubahan kearah yang lebih baik, maka kegiatan penelitian dilanjutkan pada
siklus lanjutan sampai peneliti dapat mendapatkan hasil yang terbaik.
(Arikunto,dkk,2008:117)
Berikut ini adalah penjelasan dari masing – masing langkah kegiatan:
1.
Planning
Dalam bahasa inggris planning artinya perencanaan.
Perencanaan dalam setiap siklus disusun untuk pelaksanaan perbaikan dalam
pembelajaran di kelas. Didalam perencanaan tidak hanya tidak hanya berisi
tujuan atau kompetensi yang akan dicapai dalam suatu pembelajaran melainkan
seorang guru harus menunjukkan secara lebih spesifik lagi perlakuan khusus
seorang guru dalam proses pembelajaran dan perencanaan yang merupakan pedoman
bagi guru seutuhnya dalam proses pembelajaran. (Sanjaya,2010:78)
Kegiatan planning terdiri dari, identifikasi masalah,
perumusan masalah dan analisis penyebab masalah dan pengembangan intervensi.
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam setiap tahapan
penelitian. Oleh karena itu, identifikasi masalah merupakan tahap kualitas
masalah yang akan kita teliti. Masalah yang kurang teridenfikasi dapat membuang
– buang waktu karena penelitian tersebut tidak mendapat hasil yang bermanfaat.
(Arikunto,dkk,2008:118)
Suatu langkah awal yang penting dalam memecahkan suatu masalah adalah
kita harus mengenali masalah itu secara mendalam agar dapat menemukan masalah
yang sebenarnya. Identifikasi masalah dalam penelitian tindakan kelas hendaknya
dilaksanakan secara kolaboratif(penelitian dilakukan secara berpasangan antara
pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang melakukan tindakan). (Arikunto,dkk,2008:122)
“dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru
itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap
berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang
sedang melalukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru,
yaitu dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah
seorang guru; ketika dia sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti”.(
(Arikunto,dkk,2008:17)
Semua peserta PTK harus bekerja sama dalam menemukan masalah ataupun
fakta – fakta yang terjadi pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung.
Semua peserta PTK mengumpulkan bukti atau fakta – fakta baik positif ataupun
negatif. Fakta positif dapat didapatkan melalui siswa, guru, dokumen, lingkungan
di sekolah dan lainnya. Dari fakta – fakta yang positif semua anggota tim PTK
dapat mengemukakan pendapatnya dan menganalisis fakta-fakta negatifnya dan dari
sekian fakta negatif yang mereka dapatkan maka peneliti kemudian menyeleksi
fakta negatif tersebut dilapangan apakah fakta negatif tersebut benar – benar
fakta atau sekedar opini dan asumsi belaka. (Arikunto,dkk,2008:122)Tidak semua
masalah pendidikan dapat memakai penelitian tindakan kelas (classroom action
research). Dalam memecahkan suatu masalah juga diperlukan langkah – langkah
yang sistematis dan rasional. Untuk itu ada beberapa langkah yang
harus dilakukan untuk menemukan suatu masalah dalam yang dapat menggunaan
peneltian tindakan kelas.
a)
Masalah harus riil dan on the job problem oriented artinya
masalah tersebut berada di bawah wewenang seorang guru untuk mencari solusi
dari suatu masalah yang ada pada pengalaman seorang guru melalui kegiatan
sehari – harinya, bukan menurut pengalaman orang lain.
(Arikunto,dkk,2008:118)
b)
Masalah harus problematik (masalah perlu dipecahkan). Tidak semua masalah
di dalam pembelajaran yang nyata atau riil adalah termasuk dalam masalah –
masalah yang problematik, karena: (a) masalah tersebut kurang mendapatkan
dukungan dari sumber – sumber yang terpercaya dan juga sarana prasarana.(
Arikunto,dkk,2008:118)
c)
Masalah harus memberkan manfaat yang jelas, artinya pemecahan masalah
yang dilakukan dapat memberikan manfaat nyata. (Arikunto,dkk,2008:119)
d) Masalah PTK harus feasible
(dapat ditemukan pemecahannya dan masalah tersebut dapat ditangani). Tidak
semua penelitian itu dapat dikatakan feasible. (Arikunto,dkk,2008:119)
b. Perumusan Masalah dan
Analisis Penyebab Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah, masalah tersebut kemudian dirumuskan ke
dalam kalimat pertanyaan dengan memperhatikan kata tanya what, when, who,
where, why, how much, agar masalah tersebut dapat dengan mudah dimengerti.
(Arikunto,dkk,2008:119). Contoh masalah yaitu minat dan aktivitas belajar siswa
terhadap mata pelajaran kimia rendah. Masalah ini dapat dirumuskan lebih
spesifik lagi yaitu, lebih dari 75 % siswa kelas 2 SMP Negeri 12 pada tahun
2012 minat dan aktivitas belajar terhadap pelajaran kimia rendah.
(Arikunto,dkk,2008:123)
Dalam buku Arikunto dkk (2008:123), jika rumusan tersebut
dijabarkan maka dapat dilihat sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi masalah;
2. Siapa yang mengalami masalah
ini;
3. Dimana masalah ini terjadi;
4. Kapan masalah tersebut
terjadi;
5. Berapa banyak siswa yang
mengalami masalah ini
Dari penjabaran rumusan masalah secara spesifik maka akan dengan mudah
kita menyelusuri penyebab timbulnya suatu masalah.
Berdasarkan penjabaran rumusan masalah diatas, maka dapat dengan
mudah kita menelusuri dasar penyebab timbulnya masalah tersebut menggunakan
komponen – komponen yang ada dalam rumusan masalah. (Arikunto,dkk,2008:123)
Analisis penyebab masalah (probable causes) merupakan tahap yang kedua
dalam planning yang harus dilakukan. Setelah kita menemukan
masalah riil, problematik, bermanfaat dan dapat dipecahkan, tahap berikutnya
adalah menganalisis penyebab utama timbulnya masalah tersebut. Untuk menemukan
penyebab masalah tersebut maka peneliti dapat melakukan teknik pengumpulan data
yaitu, mengembangkan angket, mewawancarai siswa, dan melakukan pengamatan
langsung di kelas. (Arikunto,dkk,2008:120)
c. Pengembangan intervensi
Pengembangan intervensi adalah tahap ketiga dalam planning yang
juga perlu untuk diperhatikan. Intervensi juga perlu dikembangkan berdasarkan
penyebab masalah itu. Jika memilih intervensi hendaknya mendapatkan dukungan
dari sumber daya yang ada. Untuk memilih intervensi yang kita kembangkan
peneliti harus berpikir dan melakukan kolaborasi. (Arikunto,dkk,2008:121)
2.
Acting (pelaksanaan tindakan)
Pelaksanaan tindakan adalah suatu aktivitas yang
dilakukan oleh guru berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Perlakuan yang
dilakukan seorang guru diarahkan sesuai dengan perencanaan. Tindakan merupakan
upaya yang guru lakukan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Tindakan bukan
hanya sekedar rekayasa namun tindakan dilaksanakan sesuai dengan program
pembelajaran. (Sanjaya,2010:79)
Pelaksanaan tindakan yaitu sebuah rangkaian proses mengenai aktualisasi
ide-ide atau penerapan suatu rancangan mengenakan tindakan kelas.
(Arikunto,2006:99)
Action (intervensi) dilakukan oleh
seorang peneliti untuk memperbaiki suatu masalah yang ada dalam penelitian
tindakan kelas tersebut. Pada tahap ini guru mengambil fungsinya dalam
permberdayaan siswa, sebagai agen perubahan bagi guru itu sendiri dan juga
kelas. Dalam melakukan kegiatan pengubahan atau perbaikan atas metode tindakan
di dalam kelas maka seorang peneliti harus mempunyai alasan yang logis bukan
sekedar opini dan juga ada kesepakatan bersama dengan pihak – pihak yang ada.
Untuk mengatasi kemungkinan – kemungkinan timbulnya kelemahan – kelemahan dalam
pelaksanaan tindakan maka peneliti perlu merancang kegiatan persiapan dalam
perencanaan secara efektif dan sistematis agar pelaksanaan tidak menemui
kesulitan pada prosesnya nati. (Arikunto,dkk,2008:126).
3.
Observasi (pengamatan)
Tahapan ini sebenarnya berjalan
secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan pada
waktu tindakan sedang berjalan, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama.
Pada tahapan ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai peneliti)
melakukan pengamatan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan dan terjadi
selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan
menggunakan format observasi/penilaian yang telah disusun. Termasuk juga
pengamatan secara cermat pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu dan
dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Data yang dikumpulkan dapat
berupa data kuantitatif (hasil tes, hasil kuis, presensi, nilai tugas dan
lain-lain) tetapi juga data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, atau
antusias siswa. Observasi juga bisa dilakukan alat perekam mekanik-elektronik.
Pelaksanaan
tindakan disertai dengan observasi atau pengamatan dan sekaligus interpretasi
terhadap data tentang proses dan hasil tindakan, sehingga dapat dikatakan pelaksanaan
tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung simultan. Artinya, data yang
diamati tersebut langsung diinterpretasikan, tidak sekadar direkam. Misalnya,
jika guru memberi pujian kepada siswa, yang direkam bukan hanya jenis pujian
yang diberikan, tetapi juga dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian. Dampak
ini dapat diinterpretasikan dari sikap dan partisipasi siswa dalam pembelajaran
setelah mendapat pujian. Dengan cara ini, guru sebagai aktor utama dapat
melakukan penyesuaian-penyesuaian, sehingga komitmennya sebagai pengajar tidak
terganggu oleh metode penelitian yang sedang diterapkan. Misalnya, jika
ternyata pujian yang diberikan membuat siswa bersemangat, guru akan meneruskan
pujian ini, namun jika pujian yang diberikan membuat siswa menjadi bahan
ejekan, guru akan mengubah cara memberi penguatan.
Namun perlu
dicatat, tidak semua data memerlukan interpretasi. Ada hasil pengamatan yang
hanya merupakan rekaman faktua tanpa memerlukan interpretasi, sehingga pengamat
cukup hanya merekam apa yang dilihat tanpa perlu memberi makna kepada hasil
rekamannya. Misalnya sebagaimana yang dirujuk oleh Raka Joni (ed.) (1998),
pengamatan ala Flanders yang hanya merekam data dalam tiga kategori yaitu:
pembicaraan guru, pembicaraan siswa, dan sepi (tanpa pembicaraan), tidak
memerlukan interpretasi pada saat rekaman dilakukan. Inilah yang dinamakan
“low-inference observation”, sedangkan pengamatan yang mempersyaratkan
interpretasi atau penafsiran ketika merekam data disebut sebagai
“high-inference observation”.
Selanjutnya,
dalam langkah persiapan pelaksanaan disebutkan bahwa salah satu hal yang harus
dipersiapkan adalah cara perekaman data. Artinya, apa yang harus direkam dan
bagaimana merekamnya harus ditentukan secara jelas. Salah satu cara untuk
merekam atau mengumpulkan data adalah dengan observasi atau pengamatan. Sesuai
dengan hakikat PTK dan mengacu kepada peran guru sebagai aktor utama dalam PTK,
idealnya observasi tersebut dilakukan oleh guru sendiri. Namun, jika observasi
atau perekaman data tersebut terlalu menyita waktu guru dan mengakibatkan
konsentrasi guru dalam mengajar terganggu, maka guru dapat menggunakan bantuan
alat perekam atau meminta teman sejawat untuk membantu mengumpulkan data
melalui observasi.
a.
Prinsip
dan jenis observasi
Secara sederhana,
observasi berarti pengamatan dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu,
penggunaan istilah observasi dan pengamatan sering dipertukarkan. Khusus dalam
konteks PTK, observasi mempunyai makna yang sangat khas, yang membedakannya
dari observasi dalam penelitian formal. Berkaitan dengan ini, observasi yang
baik mempunyai prinsip dasar atau karakteristik yang harus diperhatikan, baik
oleh pengamat maupun yang diamati. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima prinsip
dasar atau karakteristik kunci observasi, yang secara singkat dapat
dideskripsikan seperti berikut ini.
1)
Perencanaan bersama
Observasi yang
baik diawali dengan perencanaan bersama antara pengamat dengan yang diamati,
dalam hal ini antara teman sejawat yang akan membantu mengamati dengan guru
yang akan mengajar. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa
saling percaya dan menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati,
pelajaran yang akan berlangsung, serta aturan lain seperti berapa lama
pengamatan akan berlangsung, bagaimana sikap pengamat kepada siswa, dan di mana
pengamat akan duduk.
2)
Fokus
Fokus pengamatan
mungkin sangat luas atau umum, tetapi dapat pula sangat khusus atau spesifik.
Fokus yang luas akan menyebabkan pengamat lebih banyak mengandalkan
pertimbangan yang bersifat subjektif dalam menafsirkan data, sehingga tidak
akan banyak manfaatnya bagi guru yang diamati, kecuali jika berbagai hal telah
disepakati sebelumnya. Sebaliknya, fokus yang sempit atau spesifik akan
menghasilkan data yang sangat bermanfaar bagi pertumbuhan profesional guru.
3)
Membangun kriteriangat membantu guru
jika kriteria
keberhasilan atau sasaran yang ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya.
Misalnya, guru menargetkan akan melibatkan minimal 30 orang dari 35 orang
siswanya dalam diskusi kelas. Dengan kriteria seperti ini, pengamat dapat
merekam data yang memang relevan. Atau, sebelum pengamatan, pengamat dan guru
menyetujui bahwa pengamat akan merekam kebermaknaan respons siswa dengan cara
mencatat kemunculannya dan memberi komentar.
4)
Keterampilan Observasi
Seorang pengamat
yang baik memiliki minimal tiga keterampilan, yaitu: (1) dapat menahan diri
untuk tidak terlalu ceapat memutuskan dalam menginterpretasikan satu peristiwa,
(2) dapat menciptakan suasana yang memberi dukungan dan menghindari terjadinya
suasana yang menakutkan guru atau siswa, dan (3) menguasai berbagai teknik
untuk menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk direkam, serta
alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode tertentu.
5)
Balikan (Feedback)
Hasil observasi
dapat dimanfaatkan jika ada balikan yang tepat, yang disajikan dengan
memperhatikan hal-hal berikut.
a) Diberikan
segera setelah pengamatan, dalam bentuk diskusi.
b) Balikan
diberikan berdasarkan data faktual yang direkam secara cermat dan sistematis.
c) Data
diinterpretasikan sesuai dengan kriteria yang sudah disepakati sebelumnya.
d) Guru
yang diamati diberi kesempatan pertama untuk menafsirkan data.
e) Diskusi
mengarah kepada perkembangan strategi untuk membangun apa yang telah
dipelajari.
Jenis-jenis Observasi, dilihat dari cara
melakukannya, dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Observasi
terbuka
Dalam observasi terbuka, pengamat tidak
menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk
merekam pelajaran yang diamati. Dia dapat menggunakan teknik-teknik tertentu
untuk merekam jalannya perbaikan sehingga dapat merekonstruksi pelajaran yang
berlangsung. Jika Anda dikunjungi oleh pengawas dan pengawas mengamati Anda
mengajar, apakah ada lembar observasi yang digunakan? Jika tidak, maka
pengamatan yang dilakukan oleh pengawas terhadap kelas Anda dapat dikategorikan
sebagai observasi terbuka. Pengawas mengamati kelas Anda kemudian membuat
catatan pada kertas kosong tentang jalannya pelajaran yang berlangsung.
2) Observasi
Terfokus
Berbeda halnya dengan observasi terbuka,
observasi terfokus secara khusus ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu
dari pembelajaran. Misalnya, yang diamati kesempatan bagi siswa untuk
berpartisipasi, dampak penguatan bagi siswa, atau jenis pertanyaan yang
diajukan guru. Tentu semua fokus ini telah disepakati sebelum berlangsungnya
observasi.
3) Observasi
Terstruktur
Jika observasi terbuka hanya menggunakan
kertas kosong sebagai alat perekam data, observasi terstruktur menggunakan
instrumen observasi yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya
tinggal membubuhkan tanda (v) pada tempat yang disediakan. Misalnya, yang
direkam adalah frekuensi penguatan yang diberikan, atau jumlah pertanyaan yang
diajukan, atau jumlah siswa yang menjawab secara sukarela, atau jumlah siswa
yang mengajukan pertanyaan. Pengamat hanya tinggal memberi tanda cek (v) tiap
kali peristiwa itu muncul.
4) Observasi
Sistematik
Observasi sitematik lebih rinci
dari observasi terstruktur dalam kategori data yang diamati. Misalnya dalam
pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal dan nonverbal.
Contoh lain yang sudah dikenal amat luas adalah kategori pengamatan dari
Flanders yang membagi data pengamatan menjadi tiga kategori, yaitu pembicaraan
guru, pembicaraan siswa, dan sepi atau senyap.
b.
Tujuan/sasaran
observasi
Secara umum,
observasi bertujuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab
masalah tertentu. Dalam penelitian formal, observasi bertujuan untuk
mengumpulkan data yang valid dan reliabel (sahih dan handal). Data ini kemudian
akan diolah untuk menjawab berbagai pertanyaan penelitian atau menguji
hipotesis. Dalam PTK, observasi terutama ditujukan untuk memantau proses dan
dampak perbaikan yang direncanakan. Oleh karena itu, yang menjadi sasaran
observasi dalam PTK adalah proses dan hasil atau dampak pembelajaran yang
direncanakan sebagai tindakan perbaikan. Proses dan dampak yang teramati
diinterpretasikan, selanjutnya digunakan untuk menata kembali langkah-langkah
perbaikan.
c.
Prosedur
observasi
Pada dasarnya,
prosedur atau langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap, yaitu:
pertemuan pendahuluan, observasi, dan diskusi balikan. Ketiga tahap ini sering
disebut sebagai siklus pengamatan, yang populer dipakai dalam supervisi klinis,
baik dalam membimbing calon guru maupun dalam memberikan bantuan profesional
bagi guru yang sudah bertugas. Siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Mari kita kaji
langkah-langkah tersebut.
1.
Pertemuan Pendahuluan
Pertemuan pendahuluan yang sering
disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan sebelum observasi berlangsung.
Tujuan pertemuan ini adalah untuk menyepakati berbagai hal yang berkaitan
dengan pelajaran yang akan diamati danobservasi yang akan dilakukan.
Sebagaimana yang telah Anda kaji pada prinsip pertama observasi. Langkah-langkah
dan konteks pembelajaran, fokus observasi, kriteria observasi, lama pengamatan,
cara pengamatan, dan sebagainya dapat disepakati pada pertemuan pendahuluan
ini. Fokus observasi misalnya siswa yang memberi respon secara sukarela, siswa
yang mendapatpenguatan, atau jenis pertanyaan yang diajukan oleh guru,
sedangkan contoh kriteria observasi adalah: peningkatan sumber belajar yang
dipakai siswa, peningkatan jumlah pertanyaan yang diajukan siswa, peningkatan
rasa puas pada diri siswa, dan peningkatan jumlah siswa yang menjawab dengan
benar.
2.
Pelaksanaan Observasi
Sesuai dengan kesepakatan pada
pertemuan pendahuluan, observasi dilakukan terhadap proses dan hasil tindakan
perbaikan, yang tentu saja terfokus pada perilaku mengajar guru, perilaku
belajar siswa, dan interaksi antara guru dan siswa. Pengamat
merekam/menginterpretasikan data sesuai dengan kesepakatan dan berusaha
menciptakan suasana yang mendukung berlangsungnya proses perbaikan.
3.
Diskusi Balikan
Sesuai dengan prinsip pemberian
balikan, pertemuan balikan dilakukan segera setelah tindakan perbaikan yang
diamati berakhir. Makin cepat pertemuan ini dilakukan makin baik, dan sebaiknya
diusahakan agar pertemuan ini tidak ditunda lebih dari 24 jam. Dalam pertemuan
ini, guru dan pengamat berbagi onformasi yang dikumpulkan selama pengamatan,
mendiskusikan/menginterpretasikan informasi tersebut, serta mengambil tindakan
lebih lanjut jika diperlukan.
Sumber :
Wardani, Igak, dkk.
2007. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Universitas Terbuka
4.
Refleksi
Istilah
refleksi berasal dari kata bahasa inggris reflection,
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan.
Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah
selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan
implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi disini sama dengan “memantul,
seperti hanya memancar dan menatap kena kaca.” Dalam hal ini, guru pelaksana
sedang memantulkan pengalamannya pada peneliti yang baru saja mengamati
kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika
guru pelaku tindakan siap mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal
yang dirasakan sudah berjalan baik dan bagian mana yang belum. Dengan kata
lain, guru pelaksana sedang melakukan evaluasi diri. Apabila guru pelaksana
juga berstatus sebagai pengamat, yaitu mengamati apa yang ia lakukan, maka
refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat dirinya kembali melakukan “diaog”
untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai
dengan rancangan dan secara cermat mengenali hal-hal yang masih perlu di
perbaiki.
Menurut
Florentina (2012) refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang
perubahan yang terjadi: 1) pada siswa, 2) suasana kelas, 3) guru. Pada tahap
ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana, dan sejauh
mana, intervensi ( action ) menghasilkan perubahan secara signifikan.
Kolaborasi sengan rekan ( termasuk para ahli ) akan memainkan peran sentral
dalam memutuskan seberapa jauh action telah membawa perubahan : apa/dimana
perubahan terjadi). Pada kesempatan ini, beberapa pernyataan penting seperti:
a. Apa
yang ingin saya ceritakan tentang perubahan di kelas
b. Seberapa
jauh perubahan itu terjadi?
c. Apa
yang akan saya lakukan untuk mencapai indikator – indicator keberhasilan yang
sudah saya tetapkan?
Setelah
melakukan refleksi dan muncul permasalahan baru atau pemikiran baru, sehingga
perlu perencanaan ulang dan tindak lanjut untuk siklus berikut, demikian
langkah-langkah kegiatan terus berulang, sampai terjadi perubahan dengan
criteria indicator keberhasilan yang sudah ditetapkan.
Hasil
refleksi siklus pertama akan mengilhami dasar pelaksanaan siklus kedua. Setelah
permasalahan ditetapkan, pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus pertama yang
terdiri atas empat tahap kegiatan. Hasil refleksi siklus pertama akan dapat
diketahui keberhasilan atau hambatan dalam hasil tindakan, peneliti kemudian
mengidentifikasi permasalahannya untuk menentukan rancangan siklus berikutnya.
Kegiatan yang dilakukan dalam siklus kedua mempunyai berbagai tambahan
perbaikan dari tindakan sebelumnya yang ditunjukan untuk mengatasi berbagai
hambatan/ kesulitan yang ditemukan dalam siklus sebelumnya. Dengan menyusun
rancangan untuk siklus kedua, peneliti dapat melanjutkan dengan tahap
kegiatan-kegiatan seperti yang terjadi dalam siklus pertama. Jika sudah selesai
dengan siklus kedua dan peneliti belum merasa puas, dapat dilanjutkan pada
siklus ketiga, yang tahapannya sama dengan siklus terdahulu.
Daftar pustaka :
Arikunto,
Suharsimi dan Suhardjono., Supardi. 2014. Penelitian
Tindakan kelas. Jakarta : Bumi Aksara
Riskamayantikha.
2014. Prosedur pelaksanaan PTK.
Diakses pada hari Sabtu, 13 Maret 2015 pada laman http://riskamayantiikha.blogspot.com/2014/04/prosedur-pelaksanaan-ptk.htm
Wardani, Igak, dkk.
2007. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Universitas Terbuka
Widihastrini,
Florentina. 2012. Penelitian Pendidikan
SD. Pendidikan Guru Sekolah Dasar: FIP UNNES