MAKALAH
MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : H.a. Zaenal Abidin,
M.Pd
Oleh :
Ghaida Nisa (1401412217 )
Rombel : 62
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kontruktivisme
merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita
merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk,
2001:3). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep
ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan
paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma
pembelajaaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa
dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan
perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Seruan
tersebut memberi dampak terhadap landasan teori belajar dalam dunia pendidikan
di Indonesia. Semula teori belajar dalam pendidikan Indonesia, lebih didominasi
aliran psikologi behaviorisme. Akan tetapi saat ini, para pakar pendidikan di
Indonesia banyak yang menyerukan agar landasan teori belajar mengaju pada
aliran konstruktivisme.
Akibatnya,
oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran.Orentasi pembelajaran
bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa.
Siswa tidak
lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah
siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan
sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan
sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang
paling tahu. Guru hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi.
Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, perpustakaan, alam,
laboratorium, televisi, koran dan internet.
Bagi aliran
konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak
lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai
fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri (Hudojo, 1998:5-6). Aliran ini lebih menekankan
bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai
fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.
Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan
memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan
pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa (Suherman dkk, 2001:76).
Oleh karena
itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada
siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat
menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan
melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya (Setyosari, 1997: 53).
Memperhatikan
uraian diatas, nampanya pembelajaran dengan pendekatan problem solving sejalan
dengan prinsip pembelajaran berparadigma konstruktivisme. Melalui pembelajaran
dengan pendekatan problem posing, siswa bisa belajar aktif dan mandiri. Ia akan
membagun pengetahuannya dari yang sederhana menuju pengetahuan yang kompleks.
Dan dengan bantuan guru, siswa bisa diarahkan untuk mengaitkan suatu informasi
dengan informasi yang lainnya sehingga terbentuk suatu pemahaman baru.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
antara lain sebagai berikut :
1.
Apa pengertian dan
tujuan konstruktiviasme ?
2.
Bagaimana langkah-langkah dalam
pembelajaran konstruktivisme ?
3.
Bagaimana ciri-ciri pembelajaran
secara konstruktivisme ?
4.
Bagaimana prinsip-prinsip dalam
pembelajaran konstruktivisme ?
5.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan
dari model konstruktivisme ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa tujuan sebagai
berikut :
1.
Memahami pengertian dan tujuan
dari model pembelajaran konstruktivisme
2.
Mengetahui langkah-langkah dalam
pembelajaran konstruktivisme.
3.
Mengetahui ciri-ciri pembelajaran
konstruktivisme.
4.
Mengetahui prinsip-prinsip dalam
pembelajaran konstruktivisme.
5.
Mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran konstruktivisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan
Konstruktivisme
Menurut
faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang
mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada
orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang
diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi
proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar
itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan
terus-menerus (Suparno, 1997).
Kontruksi
berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan
menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun
atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan
teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap
manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk
menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang
lain.
Dari
keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan
keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya sendiri.
Adapun
tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1.
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah
tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
2.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap.
3.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri.
4.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar
itu.
Salah satu
teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya,
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133).
Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi
pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema
yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis
ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi
suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini
oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan
Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
B. Langkah-Langkah
Pembelajaran Kontrutivisme
1.
Identifikasi tujuan.
Tujuan dalam
pembelajaran akan memberi arah dalam merancang program, implementasi program
dan evaluasi.
2.
Menetapkan Isi Produk Belajar.
Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa.
3.
Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa.
Identifikasi pengetahuan awal siswa dilakukan melalui
tes awal, interview klinis dan peta konsep.
4.
Identifikasi dan Klarifikasi
Miskonsepsi Siswa.
Pengetahuan awal siswa yang telah
diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk menetapkan
mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah, mana yang salah dan
mana yang miskonsepsi.
5.
Perencanaan Program Pembelajaran dan
Strategi Pengubahan konsep.
Program pembelajaran
dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan
konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul.
6.
Implementasi Program Pembelajaran
dan Strategi Pengubahan Konsepsi.
Tahapan ini merupakan kegiatan
aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri dari tiga langkah yaitu : (a)
orientasi dan penyajian pengalaman belajar, (b)menggali ide-ide siswa, (c)
restrukturisasi ide-ide.
7. Evaluasi.
Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran, maka dilakukan
evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah diterapkan.
8.
Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil
evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis
terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun yang
resisten.
9. Revisi
strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang resisten
digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan konsepsi
siswa dalam bentuk modul.
C. Ciri-Ciri
Pembelajaran Secara Konstuktivisme
1. Memberi
peluang kepada peserta didik membina pengetahuan baru melalui pendekatan
melibatkan peserta didik dalam dunia sebenarnya
2. Menggalakkan
soal/idea yang dimulculkan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan
merancang pembelajaran.
3. Menyokong
pembelajaran secara koperatif, mengembangkan sikap dan pembawaan peserta didik
4. Memberikan
balikan dalam kajian bagaimana peserta didik belajar sesuatu ide
5. Menggalakkan
& menerima daya usaha & autonomi peserta didik
6. Memotivasi
peserta didik untuk bertanya dan berdialog dengan guru
7. Menganggap
pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8. Menggalakkan
proses inkuiri peserta didik melalui kajian dan eksperimen.
D. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis
besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar
adalah:
1. Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan
siswa sendiri untuk menalar
3. Siswa
aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah
4. Guru
sebagai fasilitator membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
5. Menghadapi
permasalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur
pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mmencari
dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
E. Keunggulan dan Kelemahan Model Konstrutivisme
Keunggulan
Model Kontruktivisme
1. Pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri,
berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan
tentang gagasannya.
2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau
rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas
pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai
fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan
tentang fenomena yang menantang siswa.
3.
Pembelajaran konstruktivisme memberi
siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong
siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori,
mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
4. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang
telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan
berbagai strategi belajar.
5. Pembelajaran Konstruktivisme mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta
memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6. Pembelajaran Konstruktivisme memberikan lingkungan
belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling
menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Kelemahan
Model Konstruktivisme
Dalam
bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya
dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Model pembelajaran
konstruktivisme memberikan kesempatan terhadap peserta didik untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri.
Model pembelajaran konstruktivisme menuntut keaktifan siswa dalam mengambil
peran pada proses pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapat, ide, dan gagasan dalam bentuk pemahaman meggunakan bahasanya sendiri,
sehingga siswa tidak lagi meggunakan teknik menghafal namun benar-benar
memahami konsep yang diajarkan.
B. Saran
Dalam upaya
menumbuhkan dan mengembangkan situasi yang kondusif dalam pembelajaran guru
hendaknya mengambil posisi sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Peran
sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran akan memberikan kesempatan yang luas
kepada siswa untuk mengemukakan gagasan dan argumentasinya sehingga proses
pembelajaran bermakna dapat dilaksanakan. Melalui nogosiasi makna, siswa akan
terhindar dari cara belajar menghafal.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Achmad Rifa’i RC, M.Pd. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang : Unnes
press
Direktorat PLP. (2002). Pendekatan
Kontekstual (Contextual Teaching and Leraning (CTL)). Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Syamsumarlin. 2011. Diakses pada
tanggal 20 Juni 2014 pukul 20.00 WIB
pada http://dirinyachapunk.wordpress.com/2011/12/22/model-pembelajaran
konstruktivisme
Susanto, Hadi. 2013. Diakses pada
tanggal 20 Juni 2014 pada pukul 19.30 WIB pada http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/10/pembelajaran-konstruktivisme/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar