KEDUDUKAN
BAHASA INDONESIA
MAKALAH
Disusun
Untuk Memenuhi
Tugas Kelompok Mata
Kuliah
Bahasa
Indonesia
Dosen Pembimbing : Drs. Sukarir Nuryanto, M.Pd.
Oleh
:
1.
Rohmatul Ummah (1401412100)
2. Ade Ayu Fransiska (1401412216)
3. Ghaida Nisa (1401412217)
Rombel : 49
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
1.
Pembuka
1.1
Latar
Belakang
Bahasa
sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak
dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak
dapat ditinggalkan. Ia selalu megikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik
sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan
pentingnya bangsa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh
pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan
dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya perlu dirumuskan secara
eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan
bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapi secara jelas terhadapnya.
Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan
padanya.
Dipihak
lain, bagi masyarakat yang dwibahasa (dwilingual), akan dapat
‘memilah-milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang
digunakannya. Mereka tidak akan menggunakannya secara sembarangan. Mereka bisa
mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan
dalam situasi apa pula bahasa yang lainya dipakai. Dengan demikian perkembangan
bahasa itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan berusaha mempertahankan
kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya dengan, antara lain,
menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-unsur yang
dianggap menguntungkan akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap
merugikan akan ditolak.
Sehubungan
dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu
unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak.
Semua itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan.
Di negara kita ini disebut politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan
nasional yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah
bahasa.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimanakah bahasa indonesia sebagai bahasa nasional
?
1.2.2
Bagaimanakah bahasa indonesia sebagai bahasa negara ?
1.2.3
Apakah perbedaan bahasa indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Dapat menjelaskan bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
1.3.2
Dapat menjelaskan bahasa indonesia sebagai bahasa negara.
1.3.3
Dapat menjelaskan perbedaan bahasa indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara.
2.
Pembahasan
2.1 Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Janganlah
sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai bahasa
Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan.
Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk
meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah
Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial
masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang
didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh,
sampai dengan tercetusnya inspirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal
28 Oktober 1928 yang konsep aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga
butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah
butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuatu yang luar biasa.
Dikatakan demikian, sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita,
mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi
dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa
hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama.
Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada para pedahulu kita.
Kita tahu
bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai
sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi
sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu,
masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di
balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat
dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga
mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua
franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah
tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran
masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung
lancarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada
bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal
28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas
tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa
barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat
kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan
jiwa bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat
itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa
Indonesia.
“Hasil
Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang
kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu
berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Sebagai
lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial
budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita
harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa
Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak
acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
Sebagai
lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa
Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa
kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena
fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri
kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia
tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan
fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu
dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia,
bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa
bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi
dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas
suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah
masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak
bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
Dengan
fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan
sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang
yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah
kita dapat bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara
kita seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal
bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu.
Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek
kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan
dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan
(disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya.
Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.
2.2 Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Negara
Sebagaimana
kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
atau resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada
uraian berikut.
Secara resmi
adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak
berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih
juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda,
sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh
pemerintah yang mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan
kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian
bahasa yang sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa
nasional.
Secara
terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu
terlihat pada perbandingan berikut ini.
No
|
Bahasa
Melayu
|
Bahasa
Indonesia
|
1.
|
Bahasa resmi kedua di samping
bahasa Belanda, terutama untuk tingkat yang dianggap rendah.
|
Bahasa yang digunakan dalam
gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
|
2.
|
Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang
didirikan atau menurut sistem pemerintah Hindia Belanda.
|
Bahasa yang digunakan dalam
penerbitan-penerbitan yang bertuju-an untuk mewujudkan cita-cita perjuangan
kemerdekaan Indonesia baik berupa: bahasa pers, bahasa dalam hasil sastra.
|
3.
|
Penerbitan-penerbitan yang
dikelola oleh jawatan pemerintah Hindia Belanda.
|
Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.
|
Bersamaan
dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan
dalam Uud 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara
bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus
dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara.
Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita Malaysia, Singapura, Filipina, dan
India, masih tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di
negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan
bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.
Hal-hal yang
merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa negara
apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk
negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh
penyebarannya, dan (3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara
itu. Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India
tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3).
Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan
bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk menerima
bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya
dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia
sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah
menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa
Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain,
bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita patut bersyukur
kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil
Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai
(1) bahasa
resmi kenegaraan,
(2) bahasa
pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa
resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
(4) bahasa resmi
di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern.
Keempat
fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai
ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa
negara.
Pemakaian
pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran
ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI
1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa,
dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan,
dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas
nama pemerintah atau dalam rangka menunaikan tugas pemerintahan diucapkan dan
dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga
terhadap presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam
situsi apa dan kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau
pemerintah. Bagaimana dengan kita?
Sebagai
bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang
anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa
pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai
kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai
konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga
pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya
juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan
buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini
dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai
bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang
bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa
Inggris.
Sebagai
fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia
dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi
kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan
peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan
cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca: masyarakat).
Akhirnya,
sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa
Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang
berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin
dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan
bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan
menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak
mungkin! Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern.
Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik
melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun
media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini
mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang
dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
2.3 Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Perbedaan dari Segi Wujudnya
Apabila kita
mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari Hak-Hak
Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka
peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat
yang semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari
yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan? Kalau kagak tau yang
kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang
semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-surat
dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.
Di sisi
lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau
suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling
banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan
komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti
oleh lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan
menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat mereka kurang memahami
maksudnya.
Yang menjadi
masalah sekarang ialah apakah ada perbedaan wujud antara bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara atau resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca
pada contoh di atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana
yang pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain daerah
atau lain suku? Perbedaan secara khusus memang ada, misalnya penggunaan
kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda.
Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan
kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam
lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat
kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan
situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’
(untuk memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia
orang’ (untuk mereka), ‘dia punya harga’ (untuk harganya), dan
kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk mengapa),
‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuk tidak), ‘gini’ (untuk
begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.
Perbedaan
dari Proses Terbentuknya
Secara
implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan
bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat
di dalam uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat
ditelaah hal berikut.
Sudah kita
pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlak untuk mewujudkan
suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” benar-benar
diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu
adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah
pentingnya adalah sarana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan
kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka
ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda
halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara atau resmi. Terbentuknya
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara atau resmi dilatarbelakangi oleh kondisi
bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke
hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya.
Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya
sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai
bahasa negara atau resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus
sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.
Dengan
demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut dilatarbelakangi
oleh proses pembentukan yang berbeda.
Perbedaan
dari Segi Fungsinya
Setelah kita
menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian
dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara atau resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi
masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengan tanggung jawab kita terhadap
pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai
fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa
sehingga kita berkewajiban moral menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi
tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita
terhadap pemakaian fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara atau resmi.
Kita menggunakan
sebagai bahasa negara atau resmi dipakai sebagai alat penghubung antarsuku,
misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air
Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang
menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai
tanggung jawab moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi
tersebut.
Lain halnya
dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena
dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga
Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotanya
berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia
lancar berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya
keturunan Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi
seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia
berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga
negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai :
1.
Lambang kebanggaan kebangsaan
2.
Lambang identitas nasional
3.
Alat memungkinkanya penyatu berbagai-bagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya bahasa masing-masing ke dalam kesatuan
kebangsaan Indonesia
4.
Alat perhubungan antar daerah dan antar budaya
Dan dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut
:
1.
Bahasa resmi kenegaraan
2.
Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
3.
Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan naional serta kepentingan pemerintah.
4.
Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3.2 Saran
Sehubungan dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Oleh sebab itu kita sebagai warga negara
Indonesia hendaknya mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka
Doyin, Mukh dan
Wagiran. 2012. Bahasa Indonesia.
Semarang : Unnes Press
Faisal,
dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional
http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html
diakses pada hari kamis, tanggal 13 Maret 2014 jam 13.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar